Selasa, 04 September 2012 | 06:01
Bulan Agustus lalu, Kota Solo dilanda ancaman teror berturut-turut. Tiga ancaman itu berawal ketika sejumlah orang tak dikenal menembaki Pos Pengamanan Lebaran di Serengan, Solo. Dua hari berselang, tepat malam takbiran lalu, Pos Pengamanan Lebaran di kawasan jalan Sudirman, Solo dilempari granat hingga menyebabkan dua orang polisi terluka.
Puncaknya, seorang polisi Bripka Dwi Data Subekti tewas ditembak dengan empat peluru bersarang di dada. Penembakan terjadi di Pos Polisi Matahari, Singosaren di Jl. Dr. Radjiman, Solo, Jawa Tengah, Kamis (30/8) malam, sekitar pukul 21.30. Di lokasi penembakan, polisi menemukan 5 selongsong peluru jenis FN kaliber 99 mm.
Berawal dari ketiga aksi teror itu, pasukan Densus 88 Antiteror langsung turun tangan. Sehari kemudian, Sabtu (1/9), tepat menjelang tengah malam, Kota Solo kembali dikagetkan peristiwa adu tembak antara pasukan Densus dengan para pelaku teror di belakang Lotte Mart, Tipes, Solo.
Dalam aksi adu tembak itu, Densus berhasil membekuk para pelaku. Sayangnya, seorang anggota Densus bernama Bripka Suherman tewas dalam baku tembak itu karena tertembak di bagian perut. Sebaliknya, dua teroris tewas ditembak dan satu terduga terduga teroris berhasil ditangkap hidup-hidup.
Ada Kejanggalan
Meski berhasil menangkap para pelaku yang selama ini diduga meneror polisi dan warga Solo, proses penyergapan Densus 88 di belakang Lotte Mart, Tipes, Solo dinilai penuh kejanggalan. Ada sejumlah pihak yang menuding proses itu hanyalah bentuk rekayasa pengalihan isu. Memang sejumlah aksi teror itu melanda Solo, ketika Wali Kota Jako Widodo tengah bersiap-siap bertarung dalam Pemilukada DKI Jakarta Putaran Dua. Tak sedikit pula, pihak yang menghubungkan maraknya aksi teror itu sebagai bentuk kegagalan Jokowi menjaga keamanan Solo.
Di luar aspek politik itu, Indonesia Police Watch (IPW) menyebut ada dua kejanggalan dalam penyergapan Densus di Solo tersebut. Kejanggalan pertama, pistol dari tertuduh teroris yang tewas ditembak adalah Bareta dengan tulisan Property Philipines National Police. Namun, Kapolresta Solo Kombes Asdjima'in sebelumnya menyebutkan senjata yang digunakan menembak polisi di pospam Lebaran jenis FN kaliber 99 mm.
"Apakah orang yang ditembak polisi itu benar-benar orang yang menembak polisi di Pospam Lebaran kota Solo atau ada pihak lain sebagai pelakunya?" kata Ketua IPW Neta S. Pane, beberapa waktu lalu.
Keganjilan kedua, anggota Densus 88 Bripda Suherman tewas akibat tertembak di bagian perut. Fakta ini menunjukkan anggota Densus dalam bertugas tidak sesuai dengan Standart Operating Procedure (SOP) yang harus memakai rompi anti peluru. "Apakah benar pada malam 31 Agustus itu ada operasi Densus. Jika ada kenapa anggota Densus bisa teledor, bertugas tidak sesuai SOP?" kritik Neta.
Terkait Internal Polisi
Sementara itu, Pengamat Teroris Noor Huda Ismail mengungkapkan aksi penembakan polisi di Solo ini terkait internal polisi. Dari informasi yang didapat Noor dari sumber internal kepolisian, pelaku penembakan dan pelemparan granat adalah bekas polisi berinisial NB. "N ditangkap di Kebumen, Jateng. Polisi sendiri hingga kini belum mengekspose pelaku tersebut," tuturnya.
Noor juga menyesalkan adanya pembentukan opini aksi penembakan di Solo dilakukan Farhan dan Mukhsin, kedua terduga anggota teroris yang tewas dalam penggerebekan Densus 88. "Jadi bukan dua terduga teroris, Farhan dan Mukhsin yang ditembak mati anggota Densus 88," tandas dia.
Pemerintah Bantah Rekayasa
Adanya suara-suara dugaan rekayasa ini membuat pemerintah bersuara keras. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mba membantah tegas peristiwa di Solo tersebut adalah rekayasa pemerintah. "Terlalu kejam, fitnah (itu) rekayasa. Polisi sudah tewas gitu masih rekayasa. Bagaimana sih kalian otaknya?" kata dia, ketika ditemui di Istana Negara, Senin (3/9).
Sebaliknya, Ansyaad menyatakan dengan tegas aksi teror di Solo itu dilakukan kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir. Ditambahkannya, aparat sudah berhasil memetakan pola pendanaan aksi mereka, yang berasal dari hasil meretas situs, MLM online, speed cash online dan juga merampok. "Dana dari langit pun kalau ada, mereka ambil," tegas purnawirawan jenderal bintang dua kepolisian ini.
Berhubungan Dengan Jaringan Moro
Terkait jenis pistol Pietro Bareta buatan Italia, dengan tulisan Property Philippines National Police yang ditemukan di lokasi penyergapan berbeda dengan selonsong peluru di lokasi penembakan Bripka Dwi Data Subekti (FN kaliber 99 mm), Ansyaad justru mengatakan salah satu tersangka teroris yang tewas terbunuh, Farhan, adalah juga sosok yang membawa senjata dari Filipina ke Indonesia.
Menurut Ansyaad, Farhan termasuk kelompok darah biru dalam organisasi teroris, anak dari Suhartono, yang pernah mencoba membunuh Matori Abdul Jalil pada tahun 1999. Suhartono sendiri meninggal dihakimi oleh tukang ojek.
Ibunda Farhan juga diketahui menikah lagi dengan Abu Umar yang ditangkap tahun lalu. "Farhan ini yang membawa senjata dari Filipina ke Indonesia, sama si Abu Umar itu," tandas dia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen Marciano Norman mengungkapkan jaringan teroris di Solo itu memiliki keterkaitan erat dengan wilayah Moro di Filipina bagian selatan. "Ini ada kaitannya dengan Moro. Memang, Abu Umar pernah memasukkan senjata dari Filipina. Kita sedang mengembangkan dan melihat link-nya dengan Islam garis keras yang ada di negara tetangga," tandas dia.
http://www.beritasatu.com/hukum/69608-penembakan-solo-meninggalkan-banyak-tanda-tanya.html
No comments:
Post a Comment