Kamis, 27 Juni 2013 04:34 wib
Ilustrasi (Foto: Dok Okezone)
SOLO - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, membeberkan 900-an pelaku teror ditangkap sejak 2002. Dari jumlah tersebut hanya 90 pelaku yang ditembak.
Ansyaad membantah bila penanganan pelaku teroris yang dilakukan Densus 88 maupun BNPT melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena selalu diakhiri dengan tewasnya teroris. Menurutnya, penanganan terorisme di Indonesia lebih lembut jika dibandingkan dengan negara lain.
“Di Amerika yang katanya negara menjunjung tinggi HAM dan demokrasi, hampir 100 persen pelaku terorisme ditembak. Tapi di Indonesia, yang penanganannya jauh lebih lembut dibandingkan negara lain masih saja dikatakan melanggar HAM bila Densus menembak mati teroris," papar Ansyaad Mbai di Solo, Jawa Tengah, Rabu 26 Juni.
Berbeda saat ada anggota Densus yang tertembak mati, tidak pernah ada pembelaan terkait HAM.
“Kadang Densus diperlakukan tidak adil. Densus itu hadir karena kebrutalan teroris dan terorisme harus diungkap sampai akar-akarnya,” jelasnya.
Menurut Ansyaad, penanggulangan terorisme di Indonesia telah diakui dunia internasional. Bahkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) merekomendasikan Indonesia sebagai tempat belajar penanggulangan terorisme dan menjadi model penanggulangan terorisme internasional.
Ansyaad mengatakan, pelaku teror harus dibasmi. Pasalnya jika aksi-aksi terorisme tidak bisa diungkap maka akan terjadi konflik horisontal dan saling tuduh di antara kelompok masyarakat.
“Pemerintah Nigeria datang ke Indonesia khusus untuk belajar penanganan masalah terorisme atas rekomendasi dari PBB,” katanya.
Terkait aksi terorisme di Indonesia, Ansyaad mengatakan aksi-aksi terorisme beralih ke Poso setelah gagal di Aceh. Untuk membiayai kegiatan di Poso, kelompok-kelompok teroris tersebut menghimpun dana dengan melakukan perampokan di sejumlah bank, toko emas, dan sebagainya.
“Dari kegiatan yang mereka sebut sebagai fai tersebut, kelompok Abu Roban berhasil mengumpulkan dana Rp1,8 miliar. Tetapi ternyata dana yang diperoleh tidak disetorkan semuanya, karena digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.
Di tempat yang sama Abdul Rahman Ayub, salah satu alumnus Afghanistan, mengatakan aksi-aksi terorisme di Indonesia terjadi karena kelompok tersebut tidak paham bahwa Indonesia adalah negara Darul Islam.
“Tetapi kelompok-kelompok itu menginginkan Indonesia menjadi negara Darul Islam versi mereka,” ujarnya.
Ansyaad membantah bila penanganan pelaku teroris yang dilakukan Densus 88 maupun BNPT melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena selalu diakhiri dengan tewasnya teroris. Menurutnya, penanganan terorisme di Indonesia lebih lembut jika dibandingkan dengan negara lain.
“Di Amerika yang katanya negara menjunjung tinggi HAM dan demokrasi, hampir 100 persen pelaku terorisme ditembak. Tapi di Indonesia, yang penanganannya jauh lebih lembut dibandingkan negara lain masih saja dikatakan melanggar HAM bila Densus menembak mati teroris," papar Ansyaad Mbai di Solo, Jawa Tengah, Rabu 26 Juni.
Berbeda saat ada anggota Densus yang tertembak mati, tidak pernah ada pembelaan terkait HAM.
“Kadang Densus diperlakukan tidak adil. Densus itu hadir karena kebrutalan teroris dan terorisme harus diungkap sampai akar-akarnya,” jelasnya.
Menurut Ansyaad, penanggulangan terorisme di Indonesia telah diakui dunia internasional. Bahkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) merekomendasikan Indonesia sebagai tempat belajar penanggulangan terorisme dan menjadi model penanggulangan terorisme internasional.
Ansyaad mengatakan, pelaku teror harus dibasmi. Pasalnya jika aksi-aksi terorisme tidak bisa diungkap maka akan terjadi konflik horisontal dan saling tuduh di antara kelompok masyarakat.
“Pemerintah Nigeria datang ke Indonesia khusus untuk belajar penanganan masalah terorisme atas rekomendasi dari PBB,” katanya.
Terkait aksi terorisme di Indonesia, Ansyaad mengatakan aksi-aksi terorisme beralih ke Poso setelah gagal di Aceh. Untuk membiayai kegiatan di Poso, kelompok-kelompok teroris tersebut menghimpun dana dengan melakukan perampokan di sejumlah bank, toko emas, dan sebagainya.
“Dari kegiatan yang mereka sebut sebagai fai tersebut, kelompok Abu Roban berhasil mengumpulkan dana Rp1,8 miliar. Tetapi ternyata dana yang diperoleh tidak disetorkan semuanya, karena digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.
Di tempat yang sama Abdul Rahman Ayub, salah satu alumnus Afghanistan, mengatakan aksi-aksi terorisme di Indonesia terjadi karena kelompok tersebut tidak paham bahwa Indonesia adalah negara Darul Islam.
“Tetapi kelompok-kelompok itu menginginkan Indonesia menjadi negara Darul Islam versi mereka,” ujarnya.
Berita Selengkapnya Klik di Sini
http://jogja.okezone.com/read/2013/06/27/511/828207/bnpt-90-teroris-ditembak-mati-sejak-2002
No comments:
Post a Comment