Thursday, 15 December 2011

Warga Adukan Pembantaian di Mesuji


Oleh Erdy Nasrul, Mursalin Yasland


JAKARTA -- Sekitar 30 orang diduga tewas terbunuh akibat sengketa lahan di Kabupaten Mesuji, Lampung. Sejumlah perwakilan warga Mesuji pun melapor ke Komisi III DPR sambil membawa rekaman video pembantaian itu. Bob Hasan, pengacara yang mendampingi para warga itu, menjelaskan, pembunuhan bermula dari perluasan lahan oleh perusahaan PT SI sejak 2003. Perusahaan yang berdiri tahun 1997 itu, kata dia, menyerobot lahan warga untuk ditanami kelapa sawit dan karet.

Namun, kata dia, PT SI meminta bantuan kepada pihak kepolisian untuk mengusir penduduk. Selain itu, lanjut dia, perusahaan juga membentuk kelompok keamanan sendiri (pam swakarsa) untuk membenturkan rakyat dengan rakyat, tetapi di belakangnya aparat kepolisian. Intimidasi dari oknum kepolisian dan pihak perusahaan masih terjadi di sana. Menurut dia, setidaknya ada 30 korban tewas dan ratusan warga terluka sejak 2009 sampai 2011.

Wayan Sukadana, salah satu warga Mesuji, menceritakan tindakan represi, teror, dan pembunuhan terhadap warga kampungnya akibat perseteruan lahan yang sebagian terekam dalam video amatir. Dalam bentrokan yang terjadi pada April 2011 itu, beberapa warga pun ditahan polisi. "Kakak saya sendiri ditembak, pelurunya menembus dari bokong ke lambung, kemudian ia meninggal dalam tahanan," kata Wayan di Komisi III DPR, Rabu (14/12) pagi.

Ia menuturkan, bentrokan terjadi antara warga dan pam swakarsa PT SI, termasuk oknum aparat polisi. Saat bentrokan ada warga yang bersenjatakan parang dan golok, sementara aparat menggunakan senjata api. Usai bentrokan warga mengungsi ke desa tetangga karena takut dan trauma.

Perwakilan warga yang didampingi mantan asisten Teritorial KSAD Mayjen (purn) Saurip Kadi juga menunjukkan video terjadinya pemenggalan kepala warga. Menurut Trubus, warga Mesuji lainnya, lokasi terjadinya peristiwa tersebut berada di perbatasan antara wilayah Lampung dan Sumatra Selatan. "Lokasinya memang hanya dipisahkan sungai, ada saksi warga bahwa aparat menembak," kata dia.

Warga Mesuji telah berulang kali melaporkan masalah yang mereka hadapi kepada berbagai pihak. Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menilai, telah terjadi pelanggaran berat HAM dalam kasus sengketa tanah tersebut. "Ini dipicu satu sengketa yang sebenarnya bisa diselesaikan, tapi tidak diselesaikan hingga terjadi seperti ini," tuturnya.

Direktur LBH Bandar Lampung Indra Firsada mendesak Kapolri bertanggung jawab terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Mesuji. Menurutnya, korban tewas dan luka-luka di pihak warga tak berdosa telah berjatuhan atas kesewenangan aparat kepolisian dalam mengamankan perusahaan perkebunan. "Kasus pelanggaran HAM di Mesuji bukan yang pertama kali, namun tidak juga ada penyelesaian pihak berwenang. Padahal, korban tewas sudah banyak," kata Indra.

Menurut dia, konflik agraria selalu terjadi antara perusahaan perkebunan dan warga setempat di Lampung. Keberadaan perusahaan perkebunan besar di lahan warga ini selalu menimbulkan kondisi keamanan yang mencekam. "Terlebih, pihak perusahaan selalu 'menyewa' aparat kepolisian untuk mengamankan asetnya," kata koordinator Aliansi Solidaritas untuk Masyarakat Mesuji (ASMM) yang beranggotakan 22 LSM di Lampung itu.

Aktivis HAM Usman Hamid meminta pembantaian yang terjadi di Mesuji diusut tuntas. "Harus diusut tuntas dengan mengumpulkan bukti yang kuat sehingga kita tidak berhenti berkesimpulan ini pelanggaran berat HAM," katanya. Namun, Polda Lampung membantah adanya bentrokan yang terjadi antara masyarakat dan PT SI di wilayahnya. Kepala Bagian Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih mengatakan, bentrokan itu bukan terjadi di Lampung, namun di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan.

Bentrokan di Sodong pada April lalu itu menewaskan tujuh warga. Dia juga membantah adanya pemenggalan dua warga seperti dalam video yang ditunjukkan di DPR. "Itu tidak benar. Bukan di Mesuji, Lampung," kata dia dalam pesan singkatnya.

Akibat laporan itu, Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum langsung memanggil Kapolri dan jajarannya ke DPR dalam rapat semalam. Kapolri Jenderal Timur Pradopo juga menyatakan bahwa ada dua kejadian bentrokan yang ditangani Polri di daerah bernama Mesuji, yaitu di Sumatra Selatan pada 21 april 2011 dan di Lampung pada 11 November 2011.

Kasus di Sumatra Selatan memang sengketa lahan sawit antara PT SWA dan warga Desa Sungai Sodong. Enam orang akhirnya didakwa dan disidang. Sementara di Lampung, kasusnya adalah masyarakat disandera dan polisi datang mengevakuasi namun dicegat dan melakukan penembakan yang mengakibatkan satu warga meninggal. "Dua pelaku polisi sudah diperiksa propam," kata Timur.

Kabupaten Mesuji di Lampung merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang yang berada di ujung utara sekaligus gerbang provinsi ini dengan Sumatra Selatan lewat Jalan Trans Timur Sumatra. Wilayah Mesuji terdiri atas tujuh kecamatan dan berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, di sebelah utara dan timurnya, yang dipisahkan oleh Sungai Mesuji.

Sedangkan PT SI terletak di Kecamatan Mesuji Timur, mengelola lahan hutan tanaman industri seluas 43.100 hektare yang tersebar di Kecamatan Mesuji, Way Serdang, dan Simpang Pematang. Sengketa antara PT SI dan warga yang menduduki hutan Register 45 yang diklaim PT SI sudah berlangsung selama belasan tahun.

Komnas HAM telah mengakui bahwa beberapa dusun di Desa Moro-Moro, Way Serdang, yang terletak di Register 45 seperti Dusun Talang Gunung, Pelita Jaya, dan Tanjung Harapan memang dulunya milik warga yang dirampas pemerintah Orde Baru dan diberikan kepada PT SI. Sementara beberasa dusun lainnya memang hasil perambahan. PT SI mengklaim wilayah itu merupakan milik mereka yang merupakan hasil perluasan 9.300 hektare.

Berdasarkan catatan kepolisian, pada 2005 warga menduduki lahan register dari wilayah Simpang Asahan hingga Simpang Mesuji D. Pada 2006 hingga 2007, warga yang tergabung dalam LSM Megow Pak menduduki lahan mulai dari Simpang Mesuji D hingga Simpang Pematang. Aksi pendudukan itu telah ditertibkan polisi pada 2007, namun perambahan kembali marak pada 2010 hingga 2011.esthi maharani/erik purnama putra/antara ed: rahmad budi harto

No comments:

Post a Comment