Wednesday 28 December 2011

Ditembak Mati Oleh Polisi Karena Menegakkan Hak Konstitusi


RABU, 28 DESEMBER 2011 07:54






“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”
(UU No. 32 tahun 2009 Tentang PPLH Pasal 66)
Tragedi penyerangan Polisi terhadap aksi tolak tambang yang dilakukan oleh petani dan mahasiswa Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) telah menciderai prinsip demokrasi dan nasionalisme yang selama ini dijunjung tinggi oleh Republik Indonesia. Para pejuang lingkungan hidup yang terdiri dari petani dan mahasiswa tersebut hanya menjalankan perintah UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) dan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia pasal 9 ayat (3) yang dengan tegas menyebutkan bahwa “Setiap Orang Berhak atas Lingkungan hidup Yang baik dan sehat” akan tetapi kenapa mereka ditembak hingga menyebabkan 3 meninggal ditempat, 19 luka-luka dan 45 orang lainnya ditahan dengan dugaan sebagai tersangka bahkan miris ketika 6 diantaranya adalah anak-anak yang seharusnya mendapat perlindungan hokum oleh negara.
Penolakan Warga Lambu, Kabupaten Bima terhadap PT Sumber Mineral Nusantara (Arc Exploration Australia) yang telah dilakukan sejak dua tahun yang lalu sampai dengan aksi blockade Pelabuhan Sape pada 19-24 Desember 2011 jelas merupakan pengejawantahan dari amanat konstitusi dan UU sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Namun tragis karena diakhiri dengan aksi terror bersenjata oleh aparat Kepolisian pada 24 Desember 2011
Kami tegaskan disini bahwa pemberian ijin kepada perusahana tersebut adalah illegal karena diberikan tanpa sepengetahuan dan persetujuan masyarakat setempat yang notabene penerima dampak langsung dari aktivitas tambang tersebut nantinya.
Alasan mendasar penolakan masyarakat terhadap PT. SMN adalah untuk mencegah terjadinya kriris air karena di dalam konsesi tambang perusahaan tersebut terdapat sumber mata air bersih bagi masyarakat, mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang berujung kepada terjadinya bencana ekologis di masa depan, dan mencegah terjadinya kemiskinan akibat perampasan sumber sumber kehidupan rakyat dimana ribuan hektar hutan dan lahan-lahan produktif yang selama ini dilindungi dan diusahakan warga akan menjadi lubang besar  (danau-danau beracun).
FRAT belajar banyak dari pengalaman tragedi Buyat, kehancuran Papua oleh Freeport, Aksi brutal Sinar Mas dan PT. RAPP di Riau Sumatera dan seterusnya. Dan Mereka tidak menginginkan hal yang sama terulang di Tanah Bima.
Kami mengutuk kejahatan kemanusian yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan mengecam tindakan KAPOLRI yang sampai dengan hari ini tidak menunjukan itikad baik untuk menghentikan terror bersenjata dan tindak kekerasan di Bima. Setidaknya hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penambahan aparat kepolisian dari Polda Jatim dan tidak ada perintah penarikan pasukan serta larangan menggunakan senjata api diwilayah konflik.
Pembangunan seharusnya tidak membunuh rakyat dengan senjata yang dibeli dari uang rakyat, pembangunan juga bukan memperluas terror dengan menggunakan seragam dan senjata yang juga dibeli dengan uang rakyat dan pembangunan bukan membongkar habis kekayaan alam untuk kepentingan korporasi dan segelintir elit-elit politik dan pejabat, yang kemudian meninggalkan kemiskinan dan bencana kepada anak cucu. Jika pembangunan seperti itu yang pemerintah jalankan maka itu adalah kejahatan dan kami akan terus berlawan.
Untuk itu kami organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari WALHI, JATAM, AGRA, KPA, YLBHI, REPDEM, Sawit Watch, Koalisi Anti Utang, HMI MPO, IGJ, Formadda NTT/ JPIC OFM, LIMA, PMKRI, DPP IMM, LMND, Srikandi Demokrasi, KIARA, PWYP, Solidaritas Perempuan, Kontras, Huma, SHI, FMN, GSBI, KASBI, Imparsial, SPI, ANBTI, Elsam, PMII, SPP, P3I/ Pergerakan, Petisi 28, FPBJ, JKPP, AMAN, SPKS, LBH Jakarta, WALHI Jakarta, sahabat WALHI, WALHI Jabar, PPHJ, Institute Hijau Indonesia, menuntut tanggungjawab Presiden SBY dan Boediono untuk ;
1.Presiden SBY segera mengeluarkan perintah resmi menghentikan dan mencabut ijin Pertambangan PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan menghentikan kekerasan dan pembantaian di Bima.
2.Presiden SBY segera mengeluarkan perintah resmi menarik dan mengevaluasi seluruh aparat TNI-Polri di lokasi konflik sumber daya alam.
3.Presiden SBY segera menghentikan aktivitas perusahaan yanga berkonflik dan berpotensi konflik hingga ada kepastian penyelesaian secara struktural dengan membentuk Panitia Nasional Penyelasaian Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam.
4.DPR RI segera menggunakan hak interpelasinya untuk meminta pertangungjawaban SBY atas terjadinya pelanggaran HAM berat  di sektor Agraria dan Sumber Daya Alam.
5.SBY segera memecat dan mengganti  KAPOLRI “Timor Pradopo”.
6.Komnas HAM  dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)memastikan perlindungan hukum terhadap korban, karena indikasi kekerasan ini akan meluas ke depan.
7.Mendesak Mahkamah Konstitusi segera memutuskan gugatan masyarakat sipil terhadap UU No 4 tahun 2009 tentang  Mineral dan Batubara yang menuntut pencabutan pasal-pasal kriminalisasi warga.
8.Kepada Pemerintah Australia dituntut bertanggungjawab dan segera  melakukan investigasi dan penegakan hukum terhadap perusahaan Arc Exploration terkait keterlibatan mereka dalam Tragedi Bima pada 24 Desember 2011. Dan memastikan bawha Arc Exploration menarik investasinya di Indonesia
9.Kepada Pemerintah Australia, dituntut bertanggungjawab dan segera melakukan evaluasi menyeluruh sekitar 400 perusahaan tambang yang berinvestasi di Indonesia setidaknya untuk 10 perusahaan; PT. Nusa Halmahera Minerals Ltd (Newcrest Mining Ltd) di Maluku Utara, PT. Jogja Mangasa Iron (Indo Mine Ltd) di Yogyakarta, PT. Fathi Resources (Hillgrove Resources Ltd) di Sumba, PT. Sorikmas Mining (Sihayo Gold Ltd) di Mandailing Natal, PT. Dairi Prima Minerals (Herald Resources) di Dairi, PT. Lapindo Brantas Inc (Santos) di Sidoarjo, PT Multi Harapan Utama (Swabara Australia) di Tenggarong, PT. Freeport Indonesia (Rio Tinto) di Papua, PT. Natarang Mining (Kingsrose Mining Ltd) di Lampung dan BHP Biliton (PT. Lahai Coal, PT. Maruwai Coal, PT. Kalteng Coal, PT. Sumber Barito Coal, PT. Ratah Coal dan PT. Pari Coal) di Kaltim dan Kalteng.
Kontak media :
Mukri Friatna – WALHI 081288244445
Teguh Surya – WALHI 08118204363
Rahmat – AGRA 081288734944
DD Shineba – KPA 081368633608
http://walhi.or.id/id/ruang-media/siaran-pers/1891-ditembak-mati-oleh-polisi-karena-menegakkan-hak-konstitusi.html

No comments:

Post a Comment