Tuesday 27 December 2011

Korban Ditembak dari Jarak Dekat




Wednesday, 28 December 2011
JAKARTA– Korban tewas pada insiden berdarah di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12) kemungkinan besar karena ditembak dari jarak dekat. 

Sebab, dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap dua korban meninggal dunia,tidak ditemukan proyektil dalam tubuh mereka. Kesimpulan tersebut merupakan hasil autopsi yang dilakukan Mabes Polri. Namun, belum dipastikan apakah yang menembus tubuh korban peluru tajam atau karet. ”Korban ditembak di bagian dada, tembus ke bagian belakang,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution di Jakarta kemarin.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunggu laporan dari kepolisian tentang insiden yang terjadi di Bima. Bila terbukti terjadi tindakan di luar standar operasional prosedur (SOP), aparat yang bersalah akan dikenakan sanksi. ”Kita tahu bahwa kepolisian mempunyai SOP dalam melakukan tugasnya.Namun, kita juga harus melihat sebetulnya seperti apa yang terjadi di lapangan saat itu,” ucap Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengutip pernyataan Presiden SBY.

Menurut mantan dosen Universitas Indonesia ini, Presiden juga telah meminta Kapolri untuk menghindari segala bentuk kekerasan atau kontak fisik saat membubarkan massa yang melakukan aksi demonstrasi.Perintah Presiden tersebut telah disampaikan secara langsung kepada Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo, bahkan beberapa saat setelah insiden di Bima terjadi.

”Jadi itu yang telah diinstruksikan Presiden kepada Kapolri dan meminta segera koordinasi di polda setempat untuk melakukan pengusutan. Kalau memang aksi tersebut ada yang memprovokasi atau mendalangi, yang bersangkutan harus ditangkap dan diadili,” katanya. Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo berjanji akan menindak tegas anggotanya jika terbukti melakukan pelanggaran hukum dalam kasus tersebut di samping terus melakukan proses hukum terhadap warga yang melanggar.

Dalam pandangannya,kasus di Bima mengandung banyak unsur pelanggaran hukum. Selain membawa senjata tajam, pengunjuk rasa juga melakukan penutupan pelabuhan dan ini merupakan pelanggaran hukum. ”Dalam undangundang tentang penyampaian pendapat di muka umum sudah jelas diatur bahwa dilarang melakukan aksi unjuk rasa di akses vital seperti pelabuhan,” ujar perwira asal Jombang ini.

Alumnus Akpol 1978 ini kemarin turun langsung ke Bima untuk mengajak warga setempat, baik yang menolak aktivitas tambang maupun tidak,untuk duduk bersama menyelesaikan masalah insiden di Pelabuhan Sape. Kedatangan Kapolri ke Bima didampingi Kabareskrim Komjen Polisi Sutarman dan beberapa petinggi Mabes Polri.

Sejumlah pejabat tinggi Mabes Polri juga telah dikirim untuk membantu Kapolda NTB menyelesaikan persoalan di Bima. Sementara itu,Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai perlu reformasi kepolisian untuk mengubah paradigma menyusul sering terjadi kasus kekerasan seperti di Bima.

Dia mengingatkan bahwa polisi seharusnya berpegang pada slogannya yakni melindungi, mengayomi, dan melayani rakyat,bukan malah melakukan kekerasan terhadap rakyat. ”Kepolisian harus mengubah paradigma, jangan terkesan dipacu oleh pengusaha- pengusaha seperti itu,” katanya di Boyolali kemarin.

Teliti Sembilan Pucuk Senjata 

Dari hasil penelitian Mabes Polri, korban meninggal ditemukan di radius 900 meter dari pelabuhan Sape,tempat di mana insiden kerusuhan itu terjadi. Menurut Saud, saat kejadian di lokasi tertembaknya dua orang itu banyak sekali massa yang ricuh. Untuk memastikan oknum pelaku penembakan, Mabes Polri sudah menyita sembilan pucuk senjata anggota yang berjaga saat itu dan mencari tahu petugas yang menjaga pos di sekitaran lokasi.

Pihaknya juga akan melihat rekaman yang beredar di media.”Kami dalam hal ini profesional, transparan,dan siap diaudit dan kepada petugas yang salah akan diminta pertanggungjawaban,” papar Saud. Kemarin Polri memutar video versi polisi. Dalam video itu tampak para pengunjuk rasa membawa senjata tajam seperti parang dan tombak.Tampak pula pengunjuk rasa yang mengumpulkan batu.

Setelah ada negosiasi antara polisi dan warga, beberapa menit kemudian di luar pelabuhan ada banyak massa yang langsung berhadapan dengan Brimob yang sudah siap dengan tameng dan kendaraan water canon.Namun, tak diperlihatkan adegan tembakan petugas. Seperti diberitakan sebelumnya, rangkaian aksi menolak kegiatan pertambangan emas oleh PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) berakhir dengan tewasnya dua orang pendukung demonstran.

Dalam pendudukan Pelabuhan Sape yang berakhir rusuh tersebut, 47 orang sudah diminta keterangan.Dari jumlah tersebut,sembilan orang di antaranya mendapat penangguhan penahanan dengan alasan masih tergolong anak-anak. Sementara itu, Bupati Bima, Nusa Tenggara Barat,Fery Zulkarnaen menegakan bahwa tidak beralasan jika dirinya mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 188 Tahun 2010 tentang Pemberian Izin usaha pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara (SMN).

”Selama ini perusahaan pertambangan itu tidak melakukan pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Minerba.Jadi kalau dicabut, kita yang akan berhadapan dengan hukum,” katanya di Bima. Ia kemudian menuturkan, saat ini yang dilakukan PT SMN masih dalam tahap eksplorasi. Ia berjanji jika proses eksplorasi ini selesai dan menginjak pada proses eksploitasi, akan melibatkan warga untuk membicarakan hal ini.

Ia mempersilakan kepada wargau ntuk menolak kegiatan pertambangan di Kecamatan Lambu jika merasa ada kejanggalan dalam penerbitan SK tersebut, untuk menempuh jalur hukum seperti gugatan di PTUN. krisiandi sacawisastra/ rarasati syarief/ant 

No comments:

Post a Comment