Monday 31 October 2011

Perampok Bos Karet Ditembak Polisi


Senin, 31 Oktober 2011 - 9:11 WIB


LAMPUNG (Pos Kota) – Satu tersangka perampok dan pembunuhan bos karet ditangkap Reskrim Polres Tulangbawang. Suryadi ,35, dituduh membawa kabur uang Rp. 200 juta milik Wahyu Sutrisno ,29, warga Adi Jaya KNPI, Kecamatan Gedung Ajo Lama, Tulangbawang, Kamis (27/10).
Tersangka ditangkap saatng bersama wanita penghibur di Lampung Timur dan mencoba kabur sehingga kaki kanannnya langsung ditembak, a Senin (31/10) sekitar pukul 01.30 WIB.
Kapolres Tulangbawang, AKBP. Shobarmen membenarkan penangkapan tersebut. “Saat ini kami masih mengejar pelaku lainnya, yang ketika beraksi berboncengan dengan Suryadi mengendarai sepeda motor jenis Yamaha Vega R. Selain mengamankan tersangka juga diamankan sisa hasil uang rampokan senilai Rp 60 juta dari tangan Suryadi”, kata Kapolres.
Sebelumnya diberitakan, usai mengambil uang penjualan getah karet Rp 200 juta, bos karet Wahyu Sutrisno ,29, bersama keponakannya Seno ,16, warga Aji Jaya KNPI, Kecamatan Gedung Aji Lama, Tulangbawang, bertarung dengan perampok sehingga bos karet tewas ditikam pisau yang ditusukkan berulang kali ke dada dan perut korban. Demikian juga keponakannya mengalami luka-luka saat kedua penjahat merampas uang tersebut di tengah kebun karet di Kampung Aji Jaya KNPI, Banjar Agung, Tulangbawang, pada Kamis (27/10) sekitar pukul 14.30 WIB.
Seno keponakan korban menjelaskan, siang itu pamannya meminta diantar mengambil uang di salah satu bank Unit II Banjar Agung, Tulangbawang. Mereka menggunakan sepeda motor ke bank.
Setelah mengambil uang, mereka langsung pulang ke rumah . Namun saat lewat kebun karet mereka dihadang perampok yang menggunakan sepeda motor. “Paman saya mencoba melawan namun perapok yang menggunakan pisau, berulangkali menusuk paman saya dan ke saya membuat kami tersungkur di jalan lalu perampok merampas uang paman saya. Saya berteriak minta tolong warga dan membawa kami ke rumah sakit. Paman saya meninggal karena pisau mengenai jantungnya”, ujar keponakan korban.(Koesma/b)
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2011/10/31/perampok-bos-karet-ditembak-polisi

Kepala Desa Sepande : Riyadis Solichin Ditembak Tanpa Perlawanan


31 Oktober 2011, 10:27:09| Laporan Eddy Prastyo


suarasurabaya.net| Riyadis Solichin ditembak polisi setelah mobilnya berhenti tanpa ada perlawanan sebelumnya. Ini diungkapkan H. Ahmad Fauzi Kepala Desa Depande, Kecamatan Candi, Sidoarjo pada suarasurabaya.net, Senin (31/10/2011).

Menurut Ahmad, kronologi polisi yang menyebutkan Riyadis ditembak saat mobil sedang melaju tidaklah benar. Juga tidak benar bahwa Riyadis melawan menggunakan clurit saat kendaraan sedang melaju setelah bahu kanannya ditembus peluru.

“Dari kesaksian banyak warga yang melihat kejadian, Riyadis ditembak setelah mobilnya berhenti. Sebelumnya memang ada tembakan mengarah ke ban belakang kiri dan bemper belakang, lalu mobilnya menabrak pagar rumah warga. Setelah menabrak, mobil sempat melaju lagi, lalu disalip oleh sepeda motor kemudian mobil berhenti. Saat itulah polisi menembak dari jarak dekat tembus kaca samping kanan,” kata dia.

Setelah ditembak, banyak warga juga yang melihat Riyadus Solichin ditarik keluar sampai terjatuh di aspal. Saat itu tidak ada yang tahu apakah dia sudah tewas atau belum, tapi menurut keterangan sejumlah saksi, tubuhnya tidak bergerak dan darah berceceran di aspal.

Kesaksian ini dilengkapi Hari Saputro warga sekitar yang melihat langsung kejadian. Mobil yang dikendarai Riyadis Solichin itu berhenti persis di depan rumahnya.

“Waktu itu sebelum jam dua dinihari, saya kaget ada suara braaak…!. Lalu ada suara letusan seperti tembakan dua kali. Lalu saya keluar rumah,” kata dia.

Hari melihat di depan rumahnya, mobil Suzuki Carry berhenti. Di aspal, bawah pintu depan mobil sebelah kanan dilihatnya tubuh seorang lelaki berlumuran darah. “Sudah meninggal atau belum, saya tidak tahu. Sepertinya sudah tidak bergerak waktu itu,” kata dia.

Saat itu warga sekitar mengira polisi sedang menangkap penjahat karena diantara yang mengejar, diduga polisi, berteriak maling….maling…!.

Apakah ada clurit selama pengamatannya? Hari menegaskan tidak ada. “Saya tidak melihat ada clurit di dekat tubuh yang jatuh di aspal itu juga di dalam mobil. Karena polisi setelah itu menggeledah isi mobil, tapi saya tidak melihat clurit dikeluarkan. Saya tidak tahu jika polisi sudah mengamankan lebih dulu clurit itu. Yang pasti, saya tidak melihatnya selama mengamati kejadian itu,” kata dia.
Yang dia lihat saat itu, di belakang mobil Riyadis, ada mobil jenis Avanza atau Xenia yang diduga dikendarai polisi. Tak lama kemudian, tubuh Riyadis diangkut masuk dalam mobil itu.

Kurang lebih satu jam kemudian, sebuah mobil jenis Honda CRV datang. Penumpangnya ada tiga orang meminta ijin pada warga sekitar memperkenalkan diri sebagai anggota Satreskrim Polres Sidoarjo ingin membawa mobil Suzuki Carry yang sempat ditinggal di jalan.

Kata Kepala Desa Sepande, kasus ini mendapat perhatian serius Saiful Ilah Bupati Sidoarjo. Bupati yang juga tokoh Nahdlatul Ulama itu menyatakan siap mengawal kasus ini agar mendapat keadilan bagi pihak keluarga.(edy)



http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=d9ee42a7c3846d3f4c213ca5af790921201199412

Pemeras Tamu Hotel Ditembak




Spesialis pemeras tamu hotel dengan modus mengumpan korbannya perempuan berhasil dibekuk jajaran Reskrim Polsek Utara, Minggu (30/10). Pelaku berinisial Ec. Ketika akan ditangkap, Ec berupaya melawan polisi hingga kakinya dilumpuhkan petugas menggunakan timah panas.
“Ketika hendak ditangkap di Komplek Pasar Kapuas Indah, pelaku melawan. Akhirnya petugas dengan terpaksa menembak kaki kirinya,” jelas Kompol S Alam SH Sik, Kapolsek Utara, kemarin.
Residivis berbagai kejahatan di Kota Pontianak itu sebelumnya memeras Gaspar Ngandhi, 30, warga asal Desa Bloyan, Kabupaten Melawi, di Wisma Siantan, Pasar Puring, Kecamatan Pontianak Utara, Jumat (14/10) sekitar pukul 09.00. Atas laporan Gaspar, makanya Ec dikejar jajaran Polsek Utara.
“Pelaku merupakan residivis berbagai tindak kejahatan di Kota Pontianak. Sejak tahun 2003, pelaku melakukan berbagai kasus, di antaranya penganiayaan, pemerasan, dan pencurian dengan kekerasan. Kemudian sejak tahun 2010 pelaku beraksi sebagai pemeras dengan modus mengumpankan perempuan kepada korbannya di hotel,” ungkap Alam.
Setelah diselidiki, Ec merupakan spesialis pemeras tamu hotel. Bahkan pria tersebut telah membentuk jaringan wanita penghibur yang nantinya akan diumpankan kepada korbannya. Ketika tamu hotel sudah berada di kamar, datang seorang perempuan. Tujuannya menggoda tamu hotel. Kemudian datang Ec yang mengaku sebagai suami wanita tersebut.
“Saat itulah pelaku memeras korbannya. Alasannya tidak akan memperpanjang masalah, karena korbannya membawa istrinya ke hotel. Padahal itu merupakan akan-akalan Ec agar berhasil membuat takut tamu hotel dan dapat memerasnya,” jelas Alam.
Ec memeras Gaspar Ngandhi sekitar satu jam sebelum dilaporkan ke kantor polisi. Berawal ketika Gaspar menginap di Wisma Siantan. Di saat bersamaan, pintu kamar korban diketuk. Begitu dibuka, ada seorang wanita yang pengakuan Gaspar, tak dikenalinya. Wanita itu lantas masuk ke kamarnya. Merasa khawatir dan takut dijebak, pria tersebut meminta wanita itu keluar.
Tak lama kemudian, Ec pun menyusul dan masuk ke dalam kamar. Begitu melihat keduanya berada di satu kamar, Ec lantas bertanya, mengapa Gaspar membawa istrinya. Pengakuan Ec terhadap Gaspar, jika wanita tersebut adalah istrinya.
Mendengar hal tersebut, terang saja ditepis Gaspar. Pasalnya ia tak mengenal siapa wanita itu. Tak lama berselang, beberapa orang yang diduga rekan-rekan pelaku malah berdatangan ke kamar Gaspar. Mereka meminta Gaspar berdamai dengan pelaku. Jika tidak, akan dibunuh.
Mendengar hal itu, Gaspar merasa takut dan kemudian mau menerima tawaran tersebut. Ketika berdamai, Gaspar hanya sanggup memberikan uang sebesar Rp400 ribu. Namun hal itu ditolak pelaku, ia malah meminta lebih, akhirnya lantaran takut dibunuh, Gaspar memberikan uang sebesar Rp1,3 juta. Usai itu korban lantas melaporkan kejadian yang dialaminya ke kantor polisi. (sul)

http://www.equator-news.com/patroli/20111031/pemeras-tamu-hotel-ditembak

Jika Sering Berbohong, Polisi akan Dibenci Masyarakat

Senin, 31/10/2011 20:14 WIB

Surabaya - Riyadus Sholihin, seorang kader Ansor warga Desa Sepande, Sidoarjo terkapar oleh terjangan peluru polisi, Jumat (28/10/2011) dini hari. Akibat tewasnya Solihin, yang juga seorang guru ngaji ini, Sidoarjo pun menjadi sorotan publik.

Menurut Mustofa B. Nahrawardaya, koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), polisi dianggap berlebihan dan cenderung membohongi publik lantaran alasan yang dibuat-buat untuk menutupi perbuatan itu.

"Penembakan terhadap korban merupakan perbuatan keji, apalagi dengan alasan yang membohongi masyarakat, baik itu masyarakat Ansor maupun masyarakat umum," kata Mustofa saat berbincang dengan detiksurabaya.com, Senin (31/10/2011).

Sholihin, yang sehari-harinya sebagai penjual tempe dan guru ngaji ini ditembak oknum reskrim Polres Sidoarjo seusai menyerempet seonag anggota polisi. Kader Ansor ini ditembak oleh polisi yang mengejarnya, karena diakui melawan petugas saat akan ditangkap. Bahkan dikatakan korban membawa celurit.

"Kebiasaan polisi memberi alasan stereotip, melawan dan ditembak, tidak bisa begitu saja ditimpakan pada setiap orang yang berurusan dengan polisi. Terhadap penjahat, kemungkinan polisi terbiasa memberikan alasan semacam itu. Namun terhadap aktifis ormas Islam, apalagi anggota Ansor, sudah tidak lagi polisi patut melakukannya," jelas Mustofa.

Menurut Mustofa, sudah saatnya, polisi menghilangkan kebiasaan buruk dengan menyampaikan informasi yang menyesatkan kepada masyarakat, dan mencoba, sekali lagi mencoba meluruskan informasi agar tidak dituduh bohong.

Kejadian pembunuhan oleh oknum polisi di Sidoarjo, bagaimanapun telah mencoreng korps kepolisian. Kemungkinan peristiwa semacam itu sudah sering terjadi, namun tidak ada pihak yang peduli dan akhirnya tidak pernah terungkap ke publik.

Dengan adanya protes yang besar dari masyarakat, maka polisi harus berbenah diri, dan tidak boleh lagi mengulangi perbuatan memalukan tersebut, baik di Sidoarjo maupun di kota-kota lain seluruh Indonesia.

Untuk itu, Mustofa meminta agar Kapolri jangan mudah puas dan percaya begitu saja atas prestasi semu yang didapat bawahan, karena kadang prestasi tersebut bukan prestasi yang sebenarnya.

Mustofa mencontohkan, sangat banyak kabar penembakan kaki terhadap orang maupun tembak mati terhadap penjahat dengan kronologi dan stereotip yang mirip. 

"Yang paling penting adalah mencoba tidak berbohong pada masyarakat, agar masyarakat tidak membenci polisi," pungkas Mustofa.

(bdh/bdh) 



http://us.surabaya.detik.com/read/2011/10/31/201432/1756705/475/jika-sering-berbohong-polisi-akan-dibenci-masyarakat?y990101mainnews

Perampok Motor Tewas Ditembak


Agnes Rita Sulistyawaty | Agus Mulyadi | Senin, 31 Oktober 2011 | 19:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Badri Kayo (37) tewas akibat ditembak polisi di simpang lima Senen, Senin (31/10/2011). Badri ditembak setelah mencuri sepeda motor Yamaha Mio bernomor polisi B 6204 BTH, yang dikendarai oSamuel Setiawan (23).
Kejadian berawal ketika Samuel sedang berhenti di lampu merah dari arah Kwitang menuju Cempaka Putih. Badri menodongkan pisau dapur, sambil memaksa korban turun dan sepeda motornya.
Merasa khawatir, Samuel turun. Tidak berapa lama setelah sepeda motor dibawa kabur, korban berteriak. Massa di sekitar lokasi kejadian itu lantas mengejar pelaku. Pelaku sempat menakut-nakuti orang yang mengejarnya.
Pada saat bersamaan, polisi lewat di lokasi kejadian. Untuk melumpuhkan pelaku, polisi menembak kaki pelaku. Pelaku jatuh dan bisa diamankan. Pelaku dibawa ke RS Polri Kramat Jati. Dalam perjalanan, dia mengembuskan napas terakhir. (RATIH P SUDARSONO)

http://megapolitan.kompas.com/read/2011/10/31/19084796/Perampok.Motor.Tewas.Ditembak

Guru Ngaji Ditembak, Ribuan Warga Blokir Jalan


Nasional - Senin, 31 Oktober 2011 | 15:25 WIB


INILAH.COM, Sidoarjo - Demo ribuan warga menghujat penembakan Raiyadhus Sholikhin (40) oleh Briptu Eko Ristanto terus berlanjut, Senin (31/10/2011). Rencana awal, warga bersama mahasiswa hendak mendatangi Mapolres Sidoarjo Jalan Kombes Duryat no 45 Sidoarjo, Jawa Timur.
Tetapi karena susah menembus jalan menuju Mapolres Sidoarjo, warga akhirnya balik arah dan kini melakukan pemblokiran jalan A Yani depan Makodim Sidoarjo. Pemblokiran dilakukan untuk arah Surabaya dan arah Malang.
Ribuan warga bergerombol duduk di atas aspal jalan. Kendaraannya pun diparkir di tengah jalan raya. Sebagian warga berlonjak-lonjak meneriakkan yel-yel dan meneriaki polisi sebagai pembunuh.
Akibat pemblokiran itu, arus lalu lintas dari Surabaya menuju Malang berhenti total. Aparat yang mengawal jalan aksi sepertinya tidak menyangka kalau ada pemblokiran. Sehingga, aparat sulit mengendalikan massa yang jumlahnya semakin bertambah.
Sampai saat ini, petugas belum bisa mengendalikan aksi warga. Aparat sibuk untuk membubarkan aksi atau menghalau pemblokiran. "Kami tidak akan bubar sebelum polisi penembak rakyat dihukum mati," teriak salah satu pendemo.
Sekadar diketahui, Raiyadhus Sholikhin (40) yang sehari-hari menjadi guru ngaji itu tewas tertembak oleh Briptu Eko Ristanto, Jumat (28/10/2011) dini hari. Penembakan dilakukan karena Sholikhin yang menaiki mobil real van nopol W 1499 NW diduga serempetan dengan anggota Reskrim Polres Sidoarjo bernama Briptu Widianto yang menaiki motor Supra W 5077 XL.
Saat ini, Briptu Eko sudah dilakukan penahanan oleh Propam Polda Jatim. Briptu Eko dikenakan pasal 359 tentang perbuatan atau penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia. [beritajatim.com]

http://nasional.inilah.com/read/detail/1791279/guru-ngaji-ditembak-ribuan-warga-blokir-jalan

Polisi Main Tembak, DPP PKB Surati Polri



"Harus segera mengusut dan memberi saksi pelakunya," kata Imam Nahrawi, Sekjen PKB

SENIN, 31 OKTOBER 2011, 16:46 WIB

VIVAnews - Terkait penembakan kadernya, Sekretaris Jenderal DPP PKB yang juga Ketua DPW PKB Jatim, Imam Nachrowi angkat bicara. Meminta oknum polisi Briptu Eko Ristanto anggota Reskrim Polres Sidoarjo ditindak tegas sesuai kesalahannya menembak Riyadis Sholikin hingga tewas. Itu terjadi di kawasan Taman Pinang, Sidoarjo, Jawa Timur sekitar pukul 02.30 WIB, Jumat dinihari, 28 Oktober 2011.
"PKB juga melayangkan surat protes kepada Polri atas terjadinya kesewenangan itu. Harus segera mengusut dan memberi saksi pelakunya," kata Imam dalam rilisnya, Senin 31 Oktober 2011.
Menurutnya, sebagai anggota polisi, tindakan oknum tersebut mencederai tugas dan fungsi polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan serta menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.
Selain menyesalkan terjadinya penembakan, pihaknya juga meminta Fraksi PKB DPRD Sidoarjo mengawal proses hukum penanganannya. "Melalui wewenang dan fungsinya, mengawal dan memastikan agar penyelesaian hukum kasus tersebut berjalan transparan dan adil." 
Diberitakan sebelumnya, Riyadis Sholikin usai mengantar pulang karyawan pabrik sepatu PT Ecco yang menjadi langganannya, warga Desa Sepande RT 01 RW 1, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur ditembak oknum polisi hingga tewas. Dalam peristiwa itu, korban dikabarkan menyerempet Briptu Widianto anggota Reskrim Polres Sidoarjo pengendara motor Supra bernomor polisi W-5077-XL saat melintas di depan Cafe Ponti dekat GOR Delta Sidoarjo.
Kemudian, Briptu Widianto mengejar sambil melepaskan tembakan, dan memanggil sejumlah rekannya sesama polisi berpakaian preman. Satu tembakan mengenai bodi belakang dekat plat nomor, peluru kedua mengenai ban kanan belakang, mobil oleng kemudian menabrak pagar. Kemudian sejumlah polisi menghampiri, memecah kaca kanan depan dan menembak lengan kanan, tembus bagian dada kanan yang mengakibatkan korban tewas.
Selain sopir antar jemput, korban berprofesi guru mengaji, penjual tempe dan anggota Banser Sidoarjo. Buntut peristiwa itu massa Garda Bangsa Jatim mendatangi Mapolda Jatim di Jalan A Yani, Surabaya, melayangkan protes. Sementara, di Sidoarjo, ratusan massa juga mendatangi Polres Sidoarjo, mereka menuntut oknum polisi yang melakukan penembakan ditindak tegas.
Laporan: Tudji Martudji | Surabaya, umi

http://us.nasional.vivanews.com/news/read/260260-polisi-main-tembak--dpp-pkb-surati-polri

Polisi-Karyawan Freeport Bentrok


1 Tewas, 14 Terluka
TIMIKA – Unjuk rasa karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) kemarin (10/10) berujung bentrokan. Seorang tewas dan belasan lainnya terluka. Kejadian tersebut merupakan yang terburuk sejak ribuan warga yang tergabung sebagai karyawan PTFI dari tujuh suku itu melakukan protes selama sebulan terakhir Tuntutan mereka adalah adanya penyetaraan gaji dengan karyawan yang berasal dari luar Papua. Radar Timika (Jawa Pos Group) melaporkan, korban luka terdiri atas massa dan polisi. Mereka dirawat di RSUD Timika. Ada sembilan orang yang mengalami luka tembak. Seorang di antaranya telah meninggal, yakni Petrus Ayamiseba, 36. Sementara itu, para korban luka adalah Melkias Rumbiak, 36; Ahmad Mustofa, 42; Yunus Nguvuluduan; Charry Suripto, 35; Philiton Kogoya, 34; Leo Wandagau, 36; Alios Komba, 26; dan Rudolf Rumbino.
Dari pihak kepolisian, tujuh orang menderita luka berat dan ringan. Seorang di antaranya kritis, yakni Briptu Jamil dari Resmob Bogor. Kapolres Mimika AKBP Deny Edward Siregar mengakui adanya beberapa anggotanya yang terluka dalam peristiwa tersebut. Kabag Ops Polres Mimika Kompol Syamsu Ridwan menuturkan, tujuh anggota nya yang terluka dirawat di Rumah Sakit Caritas, Timika. Tapi, sebagian sudah kembali bertugas. Keluarga korban mengutuk polisi yang telah menembak sejumlah kar yawan hingga ada yang tewas dan menderita luka-luka. Sampai tadi malam, jenazah Petrus Ayami seba masih disemayamkan di teras Kantor DPRD Mimika dan dijaga ketat ribuan orang sebagai bentuk protes. Mereka memasang tenda di halaman DPRD. Beberapa lainnya menutup jalan di depan kantor wakil rakyat itu sepanjang lebih dari 300 meter. Mayat Petrus sempat diusung dari RSUD Timika oleh ribuan warga yang berkonvoi. Sayangnya, saat sampai di kantor DPRD, kantor itu kosong karena sudah menjelang malam.
Juru Bicara SPSI PTFI Julius Parorongan mengungkapkan, demo di Terminal Gorong-Gorong kemarin dilakukan oleh pekerja dari tujuh suku. Mereka bermaksud naik ke Tembagapura. Namun, karena dihadang aparat kepolisian, mereka tertahan dan terjadilah bentrokan. ’’Kami dari SPSI tidak berkapasitas menghalangi mereka,’’ ujarnya. Dia mengungkapkan, sebenarnya SPSI sudah berupaya untuk meredam. Saat itu, setelah keributan, SPSI berupaya berdialog dengan pekerja tujuh suku agar tidak terjadi masalah yang lebih besar. Soal tuntutan penyetaraan gaji, Julius menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada titik temu antara yang diajukan karyawan melalui SPSI dan yang ditawarkan manajemen PTFI. ’’Setelah insiden ini, kami berharap manajemen (PTFI) membuka ruang dialog. Sebab, segala sesuatunya bisa dirun dingkan dengan dialog,’’ paparnya. Kapolres Mimika AKBP Deny Edward Siregar menegaskan bahwa pihaknya masih mengamankan area Terminal Gorong-Gorong. Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan pendemo serta manajemen PTFI untuk mencari solusi terbaik. ’’Saya harap tidak anarkistis.
Sampaikanlah aspirasi secara arif.” Juru Bicara PTFI Ramdani Sirait menyampaikan keprihatinan atas insiden tersebut. ’’Kami menyesal telah terjadi gangguan pagi ini (kemarin pagi, Red) di terminal tempat perusahaan menyediakan transportasi bus untuk karyawan kami,’’ ungkapnya. Menurut dia, polisi bertindak tegas karena terdesak setelah di lem pari batu. Selain itu, selama ini memang ada pelanggaran terhadap kesepakatan bersama yang se harusnya tidak terjadi. Karena itu, saat terjadi unjuk ra sa, polisi ber usaha melindungi karyawan yang akan naik ke Tembagapura untuk bekerja. Peristiwa berdarah tersebut terjadi pukul 09.30 WIT di sekitar Terminal Gorong-Gorong, Timika.
Terminal tersebut merupakan tempat PTFI menyediakan bus un tuk mengangkut karyawan ke Tem bagapura, lokasi tambang. Keri butan terjadi setelah pengun juk rasa memaksa naik ke Tem bagapura. Untuk menenangkan massa, beberapa wakil PTFI yang terdiri atas Simon Morin, Demianus Dimara, dan tiga orang lainnya mencoba menjelaskan. Namun, massa menolak dan menghendaki Presiden Direktur & CEO PTFI Armando Mahler datang langsung. Mereka berusaha menerobos barikade polisi dan memaksa naik ke Tembagapura. Upaya tersebut dicegah polisi. Entah dari mana asalnya, puluhan batu melayang ke arah barikade polisi. Serangan batu tersebut dibalas polisi dengan tembakan. Tak butuh waktu lama, korban berjatuhan. Seorang tewas dan belasan lainnya roboh dengan luka berdarah. Melihat hal itu, massa semakin kalap. Mereka pun membakar beberapa mobil dan sepeda motor yang melintas di lokasi. (jpnn/c5/nw)
http://www.indopos.co.id/index.php/arsip-berita-indopos/66-indopos/16401-polisi-karyawan-freeport-bentrok.html

Friday 28 October 2011

Guru Ngaji Tewas di Tembak Oknum Polisi


Jum'at, 28 Oktober 2011 15:39 wib








SIDOARJO - Diduga terlibat kasus tabrak lari, seorang guru ngaji, yang juga bekerja sebagai petugas antar jemput karyawan di Sidoarjo, Jawa Timur, tewas ditembak oknum polisi. Korban ditembak saat masih berada di dalam mobil usai kendaraannya diberhentikan paksa.

Riyadus Sholihin (31), warga Dusun Kauman Desa Sepande Kecamatan Candi, Sidoarjo, Jawa Timur,  Jumat dini hari, sekira pukul 02.00 WIB, tewas di tempat kejadian setelah ditembak oleh oknum polisi. 

Menurut Ahmad yang merupakan saksi mata, korban terlihat melaju mengendarai mobil Suzuki Carry dengan kecepatan tinggi, warga melihat ada sebuah mobil Avanza silver dan sepeda motor yang mengejar korban.

Sesampainya di tempat kejadian perkara (TKP), laju korban terhenti akibat dipotong oleh sepeda moto. Tanpa banyak bicara penumpang, sepeda motor langsung menghujani guru ngaji itu dengan beberapa kali tembakan sehingga korban langsung tewas di tempat kejadian.

Setelah tertembak, korban dikeluarkan dari mobil dan diseret sejauh lima meter dan dinaikkan kedalam mobil Avanza. Setelah itu, mobil Avanza langsung kabur meninggalkan TKP.

Warga yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa terdiam tidak berani memberikan pertolongan.

Sementara itu keluarga dan istri korban hanya bisa menunggu kedatangan jenazah pria yang juga penjual tempe di kampungnya itu.

Saat ini jenasah Riyadhus Sholihin masih diautopsi di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim. 

Istri korban, Maisaroh, mengaku tidak mendapat firasat apapun sebelum peristiwa memilukan ini. Dia menuturkan, suaminya selama ini tidak memiliki musuh.

Aparat kepolisian Sidoarjo yang dimintai keterangan enggan berkomentar dan hanya memberi penjelasan kasus ini sekarang ditangani Polda Jatim. (nto)
(Sony Hermawan/Sindo TV/ahm)



http://news.okezone.com/read/2011/10/28/340/521812/guru-ngaji-tewas-di-tembak-oknum-polisi

Keluarga Riyadis Tak Percaya Kronologi Polisi


28 Oktober 2011, 16:03:21| Laporan Eddy Prastyo


suarasurabaya.net| Pihak keluarga Riyadis Solichin (36) warga Sepande RT 1/RW 1 yang tewas ditembak polisi setelah menabrak lari polisi sulit untuk percayai kronologi versi polisi yang menyebut Riyadis sempat melawan dengan gunakan clurit sebelum tewas terkena tembakan.

Kusnan kakak ipar Riyadis ditemui suarasurabaya.net, Jumat (28/10/2011) di kamar mayat RS Bhayangkara Polda Jatim mengatakan Riyadis sehari-harinya adalah pekerja keras. Pagi hari dia berjualan tempe di sekitar tempat tinggalnya di RT1/RW 1 Sepande, Candi, Sidoarjo. Siang, dia bekerja sebagai tukang reparasi televisi, sorenya, dia jalankan usaha antar jemput karyawan pabrik sepatu PT ecco di Candi dengan sebuah mobil Carry miliknya. Malam, dia menjemput para karyawan sampai dini hari.

Saat kejadian, kata Kusnan, Riyadis baru mengantar karyawan dan dalam perjalanan pulang. Tewasnya Ryadis pun, kata Kusnan, tidak langsung diketahui keluarga. Saat kejadian sekitar pukul 02.00 WIB, keluarga baru tahu pukul 05.30 WIB. Itupun tidak diketahui dari polisi. "Kami tahu dari warga sekitar Sepande yang memberi tahu kami kejadian itu. Lagipula, Riyadis kok sampai tadi pagi belum juga pulang. Kami berusaha telusuri ke Polres Sidoarjo, ternyata benar. Waktu itu Riyadis sudah meninggal," kata dia.

Menurut Kusnan, keseharianya, Riyadis juga dikenal penyabar, tidak temperamental, rajin sholat dan mengaji. Bahkan ia tetcatat sebagai satu diantara pengurus Musholla di dekat rumahnya. "Dia tidak pernah berurusan dengan polisi, tidak pernah menyentuh minuman keras, kawan-kawannya pun orang baik-baik dari kalangan musholla juga," kata dia.

Untuk itulah, kata Kusnan, dia tidak percaya kronologi versi polisi. Apalagi saat memeriksa kondisi jenasah tadi dijumpainya kening Riyadis ada bekas lebam kebiruan. Lengan kanannyapun lecet seperti terseret. Dari keterangan yang didapatkannya dari warga sekitar TKP, kata Kusnan, adik iparnya itu sempat diseret, entah sebelum atau setelah ditembak.

Penembakan itupun buat Kusnan tidak masuk akal. Dari keterangan yang juga didapatkan warga sekitar, ada lubang bekas tembakan di bagian belakang mobil Suzuki Carry W 1499 NW yang dikendarai Riyadis sebelum menabrak sebuah rumah di Sepande. "Kenapa harus ditembak? Ini tidak masuk akal buat saya," kata dia.

Kata Kusnan, Maisaroh istri Riyadis juga sulit menerima kronologi yang disampaikan polisi. Untuk itu pihak keluarga minta dilakukan otopsi secara transparan dan adil. Keluarga juga minta kasus ini diselidiki secara profesional.

Namun jika polisi memiliki bukti dan saksi, kata Kusnan, dirinya dan keluarga tidak bisa berbuat apa-apa karena saat kejadian tidak ada seorangpun pihak keluarga yang ikut jadi saksinya.

Sebelumnya AKBP Elijas Hendra Kasubid Penyedia Informasi dan Dokumentasi Bidang Humas Polda Jawa Timur mengatakan apa yang dilakukan Briptu Eko anggota Satreskrim Polres Sidoarjo sudah sesuai prosedur, ada pengejaran dan tembakan tembakan peringatan sebelum dilakukan penembakan untuk melumpuhkan.

Penembakan itupun, kata Elijas, dilakukan karena anggota polisi membela diri dari serangan clurit Riyadis kala itu. "Rupanya dia membawa clurit di dalam mobilnya dan menyerang petugas. Sikut dan jari kelingking Briptu Eko saat itu terluka kena sabetan cluritnya," kata dia.

Peristiwa di Sepande ini, dari versi polisi, didahului tertabraknya Briptu Widianto oleh mobil Suzuki Carry yang dikendarai Riyadis. Bukannya berhenti, dia malah kabur. Pengejaranpun dilakukan oleh kawan-kawan Briptu Widianto mulai dari sekitar GOR Sidoarjo sampai dengan Sepande. Pengejaran ini dilakukan bak di film-film, bahkan mobil Riyadis, kata sejumlah saksi mata seperti diungkapkan Kusnan, juga ditembaki. Ada satu lubang bekas peluru persis di atas nopol belakang kendaraan. Mobil Ryadis baru berhenti setelah menabrak sebuah rumah.

Sementara kondisi Briptu Widianto, mengalami gegar otak dan 10 jahitan di kepala. Dia sempat dapat perawatan di ICU RS Delta Surya. Riyadis akhirnya tewas. Dia alami luka tembak di lengan kanan bagian atas.

AKBP Elijas Hendra mebgatakan seluruh anggota reserse yang ada di TKP saat itu masih diminta keterangan oleh Dit Propam Polda Jatim. Tiga saksi warga sekitar juga masih didengarkan kesaksiannya, mereka adalah Muh Jamrudi warga Gajah Magersari, Edy Santoso warga perum Taman Pinang, dan Dodik warga Cemengkalang.

Riyadis Solichin meninggalkan dua anak dan seorang istri yang berprofesi sebagai guru ngaji.(edy)



http://www.suarasurabaya.net/v06/kelanakota/?id=fbc78d944ea93d54c49782f3519c2810201199320

Ustad Ditembak Polisi, Firasat Buruk Istri


Sabtu, 29 Oktober 2011 - 11:09 WIB

SURABAYA(Pos Kota)-Keluarga Riyadi Sholikhin masih merasakan duka mendalam. Setelah guru ngaji ini tewas akibat ditembak polisi, apa yang dirasakan istri dan dua anaknya?
Paman korban, Aripin menuturkan korban yang juga sopir antarjemput karyawan di PT Ecco Indonesia itu selama ini tidak pernah neko-neko. Korban juga tidak berperilaku mencurigakan.
“Sangatlah tidak mungkin jika korban pernah berurusan dengan tindak kejahatan. Bahkan dia (Riyadi Sholihin) di kampung dikenal sebagai salah satu tokoh masyarakat, berbagai rutinitas acara keagaman, seperti memimpin tahlil dan sekaligus penceramah agama. Sedangkan istrinya menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah (MI),” terang Aripin, Sabtu(29/10).
Lalu, apa yang dikerjakan dini hari kemarin? Menurut Aripin, saat itu korban hendak ke pasar untuk jualan tempe. “Selepas jualan, dia menjadi sopir antarjemput karyawan PT Ecco. Selebihnya mengamalkan ilmu keagamaanya. Jadi kalau terlibat dengan urusan kejahatan seperti teroris dan lain sebagainya sangatlah kecil kemungkinannya” tandas Arifin.
Ia mengaku mendengar kabar terkait meninggalnya keponakannnya , dari istrinya, sekitar pukul 06.00 WIB. “Istri saya bilang bahwa Solikin, meninggal di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim. Saat saya tanya kok bisa meninggal? Katanya, karena ditembak polisi setelah menyerempet sepeda motor oknum polisi di Perum Taman Pinang. Karena melarikan diri Solikin ditemmbak polisi. Masak hanya kasus kecelakaan saja kok sampai ditembak mati oleh polisi. Ini kan kelewatan,“ tandasnya.
Maisyaroh, istri Riyadi Sholikhin, mengaku masih terbayang jasad suaminya. Dia juga tak menduga suaminya yang setiap malam menjadi guru ngaji, tewas akibat tembakan polisi. Saat kejadian, wanita ini sudah merasakan yang tidak enak.
“Semalam itu, saya ke sana ke mari, Mas (Sholikhin, red) terus mengikuti, menunggui dan melihat saya terus. Saat saya tanya, jawabnya saya sayang kamu,” aku Maisyaroh menirukan pengakuan Sholikhin.
Setelah menunggui dirinya, Sholikhin masuk kamar dua anaknya, Himmatul dan Faiz tidur. Anaknya yang tidur pulas dilihatnya dengan seksama. “Mungkin itu firasat,” duga Maisyaroh. Himmatul yang masih terus terkenang ayahnya, juga sempat bermimpi, bapaknya rekreasi diantar orang banyak.(nurqomar/b)

Thursday 27 October 2011

Gigit Polisi, Pengedar Ganja Ditembak



Kamis, 27 Oktober 2011 , 08:16:00

ACEH - Tak rela dirinya diciduk, Taslem (32) nekat melawan petugas. Tak tanggung-tanggung, tersangka lalu menggigit tangan polisi. Apes baginya, akibat perbuatan tersebut, dia terpaksa merasakan timah panas. Peluru pun bersarang di bagian kaki, membuat pengedar ganja ini tidak lagi berdaya.

Penangkapan berlangsung kemarin di rumahnya kawasan Desa Kemuning, Kecamatan Peureulak Kota, Aceh Timur. Aparat menerima informasi peredaran narkoba, segera meluncur ke TKP. Namun saat hendak ditangkap, Taslem malah memberi perlawanan sengit.

"Dia coba rebut pistol petugas, sehingga harus dilumpuhkan. Bahkan sempat menggigit tangan personil, sebelum akhirnya ditembak," papar Kapolres Aceh Timur AKBP Drs Ridwan Usman,  melalui Kasat Narkoba Iptu Agus Sunandar.

Dari tangannya disita dua karung ganja seberat 3 kg sebagai barang bukti. Sementara itu, dari lokasi terpisah, turut diciduk Zulkarnain (32) warga Desa Seunubok Simpang, Kecamatan Darul Aman- Idi Cut, Aceh Timur. Tersangka digerebek Polsek Darul Aman,  dari kediamannya, Senin (24/10) siang sekira pukul 15:00 WIB.

"Dia tak bisa lagi mengelak dengan temuan 1 0ns ganja, disimpan dalam rumahnya," ujar Kasat.

Selanjutnya dari pengembangan dilakukan, Iskandar (27) diamankan di kediamannya, Desa Blang Paoh Sa, Kecamatan Julok, Aceh Timur. BB sitaan berupa 6 paket ganja, bernilai Rp10 ribu/amplop, yang hendak diedarkan tersangka. (lly)
http://www.jpnn.com/read/2011/10/27/106755/Gigit-Polisi,-Pengedar-Ganja-Ditembak-#

Tolong Saya Dek...Saya Tidak Mau Ditembak


Tribun Pekanbaru - Kamis, 27 Oktober 2011 09:53 WIB


PEKANBARU, TribunPekanbaru.com- Masyarakat Riau harus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terkena penipuan melalui pesan singkat dan telepon. Sebab sindikat penipuan dengan modus anak jatuh dari tangga sekolah, suami ditangkap karena kasus narkoba, dan selanjutnya meminta sejumlah uang untuk ditransfer masih bebas berkeliaran melakukan sejumlah aksi di Pekanbaru.

Sepanjang Oktober 2011 saja, sudah lima korban yang tertipu dan mengadu ke Polresta Pekanbaru. Korban terakhir adalah Nova Susanti (25), warga Jalan Hang Jebat, Pekanbaru. Ia mengaku dihubungi seseorang mengaku polisi dan mengabarkan suaminya ditangkap karena kasus narkoba untuk selanjutnya meminta sejumlah uang sebagai jaminan, pada Selasa (25/10).

Penipuan ini tak hanya membuat Nova panik. Ibu muda ini juga harus memendam keinginan untuk segera memiliki rumah idaman. Sebab uang yang disiapkan sebagai uang muka rumah, Rp 4 juta berhasil berpindah ke tangan pelaku.

"Rencananya bulan depan saya akan membayarkan uang tersebut sebagai uang muka rumah yang jumlahnya Rp 5.500.00," kata Nova.

Ditemui Tribun di rumahnya di Jalan Hang Jebat Gang Puskesmas Nomor 17, Nova bercerita jika ia ditipu oleh seseorang yang mengaku sebagai aparat kepolisian. Kejadian naas tersebut bermula sekitar pukul 11.00 Selasa siang. Saat itu ia sedang duduk di dalam ruang tamu rumahnya bersama anggota keluarga lainnya.

Tiba-tiba teleponnya berbunyi. Biasanya, ia tak pernah mau mengangkat nomor telepon yang tidak dikenalnya. Namun entah mengapa ketika itu ia menerima panggilan tersebut.

Selanjutnya orang yang menelepon langsung mengatakan kalau suaminya, Eky, tertangkap tangan membawa satu paket shabu oleh polisi. Suaminya, Eky, merupakan seorang tenaga security yang bekerja di luar Pekanbaru.

Sontak ia kaget mendengar berita ini. Awalnya ia tidak begitu mempercayai kebenaran berita tersebut. Namun, akhirnya ia percaya bahwa suaminya tertangkap polisi ketika orang yang menghubunginya bisa menyebutkan secara tepat orang-orang yang dikenal Nova. Termasuk ia memiliki seorang anak yang masih kecil.

Hal lain yang membuatnya percaya adalah ketika orang yang mengaku anggota polisi tersebut memperdengarkan suara seseorang yang sedang menangis. Suara tersebut, lanjutnya, sama persis dengan suara milik suaminya.

"Dek tolong saya dek. Saya tidak mau ditembak," katanya menirukan suara orang dalam telepon yang mengaku sebagai suaminya.

Merasa yakin bahwa orang tersebut adalah suaminya, ia pun tidak bisa berbuat banyak. Saat itu, orang yang mengaku suaminya mengatakan kalau dia sudah dipukuli dan dibawah ancaman senjata api.

Pelaku yang mengaku sebagai anggota kepolisian tersebut lantas meminta uang sebesar Rp 10 juta jika Nova ingin Eky dibebaskan. Wanita berambut lurus ini menambahkan, keadaannya saat itu seperti orang yang terhipnotis. Sehingga ia hanya bisa mengatakan "iya" dan menyanggupi semua keinginan pelaku.

Khawatir dengan keadaan suaminya, Nova langsung menyanggupi untuk membayar "uang tebusan" itu. Ia bergegas menuju ATM BCA untuk menyetorkan uang yang diminta pelaku. Namun, saat itu ia baru bisa menyetorkan Rp 4 juta sebagai "uang muka".

Berhubung uang yang diminta pelaku sebesar 10 juta, ia lantas pergi ke rumah mertuanya di Jalan Taskurun untuk meminta bantuan. Mendengar kabar tersebut, ibunda Eky pun panik.

"Kakak ipar saya langsung melepas perhiasan yang dikenakannya agar dijual untuk menggenapi biaya tebusan," imbuhnya. Nova lantas langsung pergi menjual perhiasan tersebut.

Setelah kepergiannya untuk menjual perhiasan, mertua Nova berusaha menghubungi Eky. Ternyata, suami tercintanya tersebut dalam keadaan sehat walafiat.

Pasca menjual perhiasan, Nova tidak langsung ke bank untuk menyetorkan uang. Ia memilih pulang ke rumah mertuanya dan akhirnya diberi tahu  kalau dirinya kena tipu.

Merasa aksinya masih berjalan mulus, si pelaku terus menghubungi Nova. Menanyakan kapan sisa uang Rp 6 juta akan dibayarkan. Mengetahui ia telah ditipu, maka Nova pun langsung marah kepada pelaku. Ia meminta agar ia bisa bertemu pelaku untuk meminta kembali uangnya.

"Tapi dia langsung menutup telepon sambil sebelumnya mengucapkan kata-kata kotor," ucapnya.

Kepada Tribun, Nova juga mengungkapkan, selain disuruh menyetorkan uang ke rekening BCA, ia bisa juga menyetorkan "uang tebusan" suaminya ke dua rekening bank lain. Yakni rekening BRI nomor 407201006860 atas nama Enda Siti Nurjamila dan rekening Bank Mandiri 132-00-1178186-2 atas nama Nunung ramawati.

Cerita hampir sama juga dialami oleh seorang ibu warga Jalan Taskurun, Eva. Pagi hari menjelang siang sekitar dua minggu lalu, ia menerima telepon melalui sambungan telepon rumahnya.

Saat itu, sang penelepon mengabarkan kalau anaknya yang duduk di kelas 4 SD jatuh dari lantai dua. Anehnya, pelaku mengetahui secara tepat nama anaknya tersebut.

Sontak Eva pun langsung panik. Beruntung, karena kepanikannnya tersebut, ia langsung menutup telepon untuk menghubungi suaminya yang ketika itu tengah berada di kantor.

"Sebelumnya penelepon mengatakan agar jangan menutup telepon terlebih dahulu. Namun saya panik dan langsung memutus pembicaraan," ujarnya.(cr11/rsy/brt)

Editor : zidpoenya
Sumber : 

http://pekanbaru.tribunnews.com/2011/10/27/tolong-saya-dek...saya-tidak-mau-ditembak