KAMIS, 20 OKTOBER 2011 | 08:53 WIB
TEMPO Interaktif, Jayapura - Seorang warga tewas diduga terkena peluru tajam polisi saat pembubaran paksa Kongres Rakyat Papua III di Lapangan Sepak Bola Zakeus, Padang Bulan, Abepura, Jayapura, Rabu, 19 Oktober 2011, petang kemarin.
Korban atas nama Melkias Kadepa ditemukan sekitar pukul 16.00 WIT sore di perkebunan belakang Markas Komando Resor Militer Jayapura. “Korban laki-laki dewasa. Dia meninggal diduga ditembak, sementara puluhan orang masih mengungsi di hutan belakang Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur, Padang Bulan,” kata Matius Murib, Wakil Ketua Komnas HAM Papua, Kamis, 20 Oktober 2011.
Ia menyesalkan pendekatan represif kepolisian yang membubarkan kongres dan menimbulkan korban. “Polisi tidak menggunakan pendekatan persuasif dan dialogis, sengaja memilih jalan kekerasan. Presiden SBY harus segera membuka ruang dialog pada masyarakat Papua,” ujarnya.
Belum diketahui pasti kronologi kematian korban. Namun dari pernyataan sejumlah saksi, polisi menerobos masuk ke arena kongres dan menembak secara membabi buta. Ratusan warga berlarian ke atas gunung di belakang lapangan. Beberapa orang dipukul hingga babak belur.
Kongres tersebut mendeklarasikan Negara Demokratik Papua Barat. Presiden masa transisi adalah Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yeboisembut, dan Perdana Menteri Edison Waromi. Keduanya orang pertama yang ditangkap polisi usai penutupan Kongres Rakyat Papua III dari 17 hingga 19 Oktober 2011 di Padang Bulan, Abepura.
“Forkorus sempat bersembunyi di Biara Fransiskan. Saat polisi menutup arena kongres, ia lari bersama Dominukus Sirabut dan beberapa orang pasukan Penjaga Tanah Papua. Polisi menyisir area dan mendapatnya. Dia langsung dipukul dan diseret ke tengah lapangan kongres,” kata saksi, AR, seorang biarawan di Biara Fransiskan.
Di lapangan, Forkorus dimaki-maki polisi. Beberapa saat setelah itu, ia dinaikkan ke truk polisi. “Jadi, bukan mau naik mobil baru dia ditangkap, tapi Forkorus ditangkap saat bersembunyi di Biara Fransiskan dengan beberapa Petapa yang melindunginya. Polisi bilang, ini ya Presiden Papua, bodoh kamu,” kata saksi lain, AH.
Pemukulan terhadap peserta kongres selang beberapa menit setelah upacara penutupan di Lapangan Sepak Bola Zakeus. Saat menari dan bersalam-salaman, polisi menyeruduk masuk dan memukul dengan rotan. “Ada juga yang diinjak. Saya kurang tahu alasan mengapa polisi masuk dan memukul,” kata Tonggap, aktivis Papua.
Kepolisian membantah telah memukul warga. “Tidak ada pemukulan berat, tidak ada korban jiwa, karena kita menembak bukan dengan maksud membunuh, itu hanya tembakan peringatan ke udara. Jadi, soal korban tewas itu tidak benar,” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Jayapura Ajun Komisaris Besar Imam Setiawan.
Matius Murib, Wakil Ketua Komnas HAM Papua, menyesalkan peristiwa tersebut. “Apalagi sampai ada korban. Ini tentu bahaya besar buat kemajuan HAM di Papua. Polisi kemarin mengambil tindakan paksa dan di luar prosedur,” ucapnya.
Komnas HAM sudah jauh hari memperingatkan polisi untuk tidak menempuh jalan kekerasan dalam membubarkan kongres. “Tapi tetap saja ada alasannya. Ini bentuk kesengajaan. Mengapa tidak dari hari pertama saja saat pengibaran Bintang Kejora mereka ditangkap? Kenapa menunggu sampai hari terakhir hingga ada korban?” ujar Murib.
Hari ini, situasi Kota Abepura sudah kembali normal. Lapangan sepak bola tempat digelarnya kongres juga telah ditata rapi.
JERRY OMONA
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2011/10/20/brk,20111020-362360,id.html
No comments:
Post a Comment