Saturday, 25 June 2011

Kontras Deteksi Polri dan TNI Lakukan Penyiksaan

Sabtu, 25 Juni 2011 19:35 WIB


JAKARTA--MICOM:
Hasil penelitian yang dilakukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menunjukkan adanya 30 pola kasus penyiksaan yang dilakukan kepolisian dan 18 pola penyiksaan oleh TNI. Jumlah tersebut diyakini hanya sebagian kecil yang terdeteksi.

"Kami meyakini jumlah tindak penyiksaan masih jauh lebih banyak terjadi. Hal ini karena sulitnya melakukan pemantauan terhadap tindakan penyiksaan, karena umumnya terjadi di dalam kantor institusi TNI dan Polri," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar di Jakarta, Sabtu (25/6).

Pola kasus penyiksaan yang dilakukan kepolisian antara lain empat kasus pemukulan secara berulang kali saat melakukan pemeriksaan, tujuh kasus pemeriksaan yang dilakukan polisi dengan cara merendam tersangka, penyiksaan baik saat penangkapan ataupun pemeriksaan.

Sementara itu, pada TNI jumlah kasusnya lebih sedikit. Namun dampak tindak penyiksaannya lebih besar.

"Pada TNI terdapat 18 kasus, terdapat dua penyiksaan hingga mengakibat kematian pada korban sebanyak dua kasus. Sedangkan 16 kasus dimana penyiksaan dalam berbagai bentuk guna mendapatkan pengakuan korban (yang dituduh sebagai pelaku," imbuhnya

Berdasarkan catatan Kontra kasus yang paling dominan adalah kasus Papua, saat penyisiran anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Video penyiksaan terhadap dua orang warga Papua tersebut juga direkam selama 10 menit dan disebarluaskan di situs Youtube pada bulan Oktober 2010.

Selain itu, juga kasus penyiksaan yang berujung pada kematian Charles Mali (24). Ia diduga meninggal setelah mengalami penyiksaan bersama lima temannya di Markas Yonif 744/Satya Yudha Bhakti Tobir, Kecamatan Tasifeto Timur, Atambua, NTT pada Maret 2011.

Tindak penyiksaan yang seolah dilegalkan oleh Polri dan TNI ini, menurut Haris merupakan buah hasil dari kurangnya pengawasan pimpinan tinggi kedua lembaga itu. "Karena mekanisme koreksi di dalam insitusi keduanya masih lemah, lalu pimpinan kurang memberikan kontrol makanya budaya kekerasan terus terpelihara," ujarnya Haris. (*/OL-04)
JAKARTA--MICOM: Hasil penelitian yang dilakukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menunjukkan adanya 30 pola kasus penyiksaan yang dilakukan kepolisian dan 18 pola penyiksaan oleh TNI. Jumlah tersebut diyakini hanya sebagian kecil yang terdeteksi.

"Kami meyakini jumlah tindak penyiksaan masih jauh lebih banyak terjadi. Hal ini karena sulitnya melakukan pemantauan terhadap tindakan penyiksaan, karena umumnya terjadi di dalam kantor institusi TNI dan Polri," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar di Jakarta, Sabtu (25/6).

Pola kasus penyiksaan yang dilakukan kepolisian antara lain empat kasus pemukulan secara berulang kali saat melakukan pemeriksaan, tujuh kasus pemeriksaan yang dilakukan polisi dengan cara merendam tersangka, penyiksaan baik saat penangkapan ataupun pemeriksaan.

Sementara itu, pada TNI jumlah kasusnya lebih sedikit. Namun dampak tindak penyiksaannya lebih besar.

"Pada TNI terdapat 18 kasus, terdapat dua penyiksaan hingga mengakibat kematian pada korban sebanyak dua kasus. Sedangkan 16 kasus dimana penyiksaan dalam berbagai bentuk guna mendapatkan pengakuan korban (yang dituduh sebagai pelaku," imbuhnya

Berdasarkan catatan Kontra kasus yang paling dominan adalah kasus Papua, saat penyisiran anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Video penyiksaan terhadap dua orang warga Papua tersebut juga direkam selama 10 menit dan disebarluaskan di situs Youtube pada bulan Oktober 2010.

Selain itu, juga kasus penyiksaan yang berujung pada kematian Charles Mali (24). Ia diduga meninggal setelah mengalami penyiksaan bersama lima temannya di Markas Yonif 744/Satya Yudha Bhakti Tobir, Kecamatan Tasifeto Timur, Atambua, NTT pada Maret 2011.

Tindak penyiksaan yang seolah dilegalkan oleh Polri dan TNI ini, menurut Haris merupakan buah hasil dari kurangnya pengawasan pimpinan tinggi kedua lembaga itu. "Karena mekanisme koreksi di dalam insitusi keduanya masih lemah, lalu pimpinan kurang memberikan kontrol makanya budaya kekerasan terus terpelihara," ujarnya Haris. (*/OL-04)

No comments:

Post a Comment