Polri Klaim Tak Langgar Prosedur di Abepura
SELASA, 08 NOVEMBER 2011 | 06:24 WIB
l
Pintu Gerbang Kampus Universitas Cendrawasih (Uncen) di Abepura, Papua. TEMPO/Arif Fadillah
TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepolisian berkeras tak ada pelanggaran dalam penanganan Kongres Rakyat Papua III yang menimbulkan korban tewas dan luka-luka. Menurut Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo, penanganan oleh aparat di lapangan sesuai dengan prosedur.
"Itu bisa dipertanggungjawabkan secara hukum juga," kata Timur setelah menerima tim Formed Police Unit III yang baru pulang dari Sudan di Markas Besar Polri, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, semua tindakan kepolisian pada 19 Oktober lalu di Lapangan Zakeus, Padang Bulan, Abepura, Papua, itu adalah langkah-langkah hukum sesuai dengan ancaman yang dilakukan oleh pelaku, yakni tindakan makar.
Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman pun mengungkapkan tindakan yang dilakukan polisi di Papua sesuai dengan prosedur menghadapi orang yang mendirikan negara di dalam negara. Tujuan tindakan itu mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sutarman menjelaskan setiap pihak dapat mengungkapkan temuannya mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia kepada Polri. Temuan-temuan itu akan disampaikan kepada Kepolisian Daerah Papua untuk diteliti. Ia berjanji institusinya akan transparan dalam menanganinya. “Kami tak akan pernah menutupi apa pun,” ucapnya.
Komisi Nasional HAM telah mengumumkan hasil investigasinya bahwa terjadi pelanggaran hak asasi oleh aparat kepolisian. Berdasarkan keterangan para saksi, dua jam setelah kongres berakhir terdengar rentetan tembakan yang membuat peserta kocar-kacir.
Tiga orang tewas akibat insiden itu: Demianus Daniel Kadepa, Yakobus Samonsbara, dan Max Asa Yeuw. Demianus mengalami benturan keras di kepala bagian belakang, Yakobus terluka di leher, kepala, dan wajah, serta mata tercungkil. Adapun Max tertembak di pantat ke arah rusuk. Peluru juga menembus kaki seorang ibu rumah tangga.
Sebelumnya di kongres itu digelar proklamasi Negara Federasi Papua Barat disertai pengumuman Forkorus Yaboisembut, Ketua Dewan Adat Papua, sebagai presiden dan Edison Waromi sebagai perdana menteri. Namun Komnas HAM tetap berpendapat kepolisian melanggar prosedur tetap pengamanan dalam kasus Abepura. "Ada penjelasan mengenai kesalahan penanganan, nanti akan kami serahkan," ujar Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim kemarin.
Ia menjelaskan pelanggaran itu terbukti dengan adanya korban kekerasan dari kalangan sipil oleh aparat kepolisian. Maka, Ifdhal menilai perlu ada evaluasi terhadap aparat yang bertugas di Papua, selain evaluasi dalam menangani tindakan separatis.
Menurut Komnas HAM Papua, kongres itu mendapat izin dari pemerintah. Wakil Ketua Komnas HAM Papua Matius Murib mengatakan tanpa restu dari pemerintah tak mungkin kongres itu digelar. "Memang benar polisi tak mengeluarkan izin, tapi bukan berarti itu melanggar aturan. Tugas polisi menjaga situasi tetap kondusif," katanya kemarin di Papua.
Juru bicara Mabes Polr, Brigadir Jenderal M. Taufik membenarkan kongres itu tak mengantongi izin polisi. Menurut dia, panitia kongres memang sudah meminta izin kepada Polda Papua, "Tapi ditolak." Taufik menyatakan, tak mungkin polisi membubarkannya secara paksa jika kongres digelar melalui prosedur yang benar.
"Itu bisa dipertanggungjawabkan secara hukum juga," kata Timur setelah menerima tim Formed Police Unit III yang baru pulang dari Sudan di Markas Besar Polri, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, semua tindakan kepolisian pada 19 Oktober lalu di Lapangan Zakeus, Padang Bulan, Abepura, Papua, itu adalah langkah-langkah hukum sesuai dengan ancaman yang dilakukan oleh pelaku, yakni tindakan makar.
Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman pun mengungkapkan tindakan yang dilakukan polisi di Papua sesuai dengan prosedur menghadapi orang yang mendirikan negara di dalam negara. Tujuan tindakan itu mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sutarman menjelaskan setiap pihak dapat mengungkapkan temuannya mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia kepada Polri. Temuan-temuan itu akan disampaikan kepada Kepolisian Daerah Papua untuk diteliti. Ia berjanji institusinya akan transparan dalam menanganinya. “Kami tak akan pernah menutupi apa pun,” ucapnya.
Komisi Nasional HAM telah mengumumkan hasil investigasinya bahwa terjadi pelanggaran hak asasi oleh aparat kepolisian. Berdasarkan keterangan para saksi, dua jam setelah kongres berakhir terdengar rentetan tembakan yang membuat peserta kocar-kacir.
Tiga orang tewas akibat insiden itu: Demianus Daniel Kadepa, Yakobus Samonsbara, dan Max Asa Yeuw. Demianus mengalami benturan keras di kepala bagian belakang, Yakobus terluka di leher, kepala, dan wajah, serta mata tercungkil. Adapun Max tertembak di pantat ke arah rusuk. Peluru juga menembus kaki seorang ibu rumah tangga.
Sebelumnya di kongres itu digelar proklamasi Negara Federasi Papua Barat disertai pengumuman Forkorus Yaboisembut, Ketua Dewan Adat Papua, sebagai presiden dan Edison Waromi sebagai perdana menteri. Namun Komnas HAM tetap berpendapat kepolisian melanggar prosedur tetap pengamanan dalam kasus Abepura. "Ada penjelasan mengenai kesalahan penanganan, nanti akan kami serahkan," ujar Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim kemarin.
Ia menjelaskan pelanggaran itu terbukti dengan adanya korban kekerasan dari kalangan sipil oleh aparat kepolisian. Maka, Ifdhal menilai perlu ada evaluasi terhadap aparat yang bertugas di Papua, selain evaluasi dalam menangani tindakan separatis.
Menurut Komnas HAM Papua, kongres itu mendapat izin dari pemerintah. Wakil Ketua Komnas HAM Papua Matius Murib mengatakan tanpa restu dari pemerintah tak mungkin kongres itu digelar. "Memang benar polisi tak mengeluarkan izin, tapi bukan berarti itu melanggar aturan. Tugas polisi menjaga situasi tetap kondusif," katanya kemarin di Papua.
Juru bicara Mabes Polr, Brigadir Jenderal M. Taufik membenarkan kongres itu tak mengantongi izin polisi. Menurut dia, panitia kongres memang sudah meminta izin kepada Polda Papua, "Tapi ditolak." Taufik menyatakan, tak mungkin polisi membubarkannya secara paksa jika kongres digelar melalui prosedur yang benar.
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/11/08/brk,20111108-365389,id.html
No comments:
Post a Comment