Sunday, 12 February 2012

“Saya Akan Cari Terus Polisi Pembunuh Yusli!"



KBR68H - Akhir tahun lalu, Yusli, 23 tahun, meninggal usai diciduk tim buru sergap Polsek Cisauk Tangerang. Yusli adalah bekas kriminal yang sudah bertobat. Keluarganya lantas menggugat polisi. Keluarga petani itu tak rela jika Yusli yang baru bebas dari penjara Salemba harus meninggal ditembus timah panas aparat. Kasus kekerasan dan tindakan brutal polisi ini bukan yang pertama. Reporter KBR68H Nur Azizah menemui keluarga almarhum Yusli di Rumpin Bogor Jawa Barat.
“Itu kan dia pulang dari sini. Malam Minggu kan nginep di sini. Trus malam Seninnya dia pulang. Eh tahu-tahuyna jam 3 malam katanya ada yang datangi, ada yang bawa. Empat orang, gede-gede, ditanya ini siapa, dari mana, nggak nyahutin siapa-siapa. Udah nanya-nanya anak saya sampai jam berapa itu sampai jam lima baru nemu kabar, katanya almarhum sudah nggak ada. Aduh... saya sakit banget. Sakit... sakit banget. Masya Allah... kok bisa sampai begitu.”
Itu tadi Ade, 50an tahun. Dukanya masih mendalam karena baru saja kehilangan anaknya, Yusli, akibat kekerasan aparat.
Ade beserta anak, menantu, dan cucunya berziarah ke makam Yusli. Melewati jalan berbukit dan ilalang setinggi dada orang dewasa.
Tertera di nisan, Yusli bin Durahman lahir di Bogor 10 Desember 1988 dan wafat di Bogor 26 Desember 2011. Di sebelah makamnya masih tergeletak peti matinya. Tanah makam itu masih menggunduk di situ belum begitu rata dengan tanah.
Akte Nikah Yusli dan Marianah
Akte Nikah Yusli dan Marianah
Yusli, 23 tahun, anak kelima Durahman dan Ade meninggal usai diciduk Polsek Cisauk Tangerang Banten.
Usai dari makam, keluarga itu mengajak KBR68H ke rumah. Hidangan ala kadarnya berupa nasi, pete, sambal, sayur asem dan sambal teri kacang menjadi bentuk keramahan sederhana dari keluarga petani itu.
Diciduk di Waktu Subuh
Di sela jamuan, Ade mencurahkan isi hatinya. Belum genap dua bulan Yusli menikah. Niat keluarga untuk menggelar resepsi pernikahan 14 Januari lalu pun gugur.
“Anak ibu baru rumah tangga baru sebulan setengah. Ia lagi penganten. Sakit, sakit bener. Masya Allah Gusti nung Agung. Nggak ada perikemanusiaan tu orang. Sampai sekarang belum tahu itu siapa orangnya. Belum tahu. Sakit bener.”
Yusli diciduk aparat di rumah mertuanya di Desa Sukamulya Rumpin Bogor Jawa Barat. Siti Marianah, istrinya, mengingat kejadian itu.
Keluarga Yusli, ki-ka, Yeni (kakak), Yeti (kakak), Durahman (ayah), Ade (ibu)
Keluarga Yusli, ki-ka, Yeni (kakak), Yeti (kakak), Durahman (ayah), Ade (ibu)
“Malam-malam, ya, jam 03 pagi tu. Dia ketok-ketok rumah dia sambil manggil nama suami saya, Yus... Yus.. .keluar. Trus dia masuk dibukain sama bapak saya dibukain trus dia ketok-ketok pintu kamar saya sambil ditendang. Trus, kan suami saya gini (meringkuk-red) di belakang pintu sambil gini udah pasrah gitu, kan, gimana gitu. Trus udah tu. Dia pas masuk. Dia langsung ambil suami saya langsung diseret langsung diginian yak, trus langsung dipukul (di belakang leher-red). Diborgol juga kan. Trus suami saya bilang, ampun pak, ampun..trus dia langsung bawa kabur suami saya.”
Marianah tak akan melupakan ciri pelaku yang tanpa permisi berkunjung ke rumahnya dini hari itu.
“Ngelihatnya berkumis aja. Trus ada satu lagi agak ini rambutnya agak gerondong, agak keriting gitu. Badannya tinggi. Tinggi-tinggi gede gitu.
Berapa orang?
“Tiga kalau nggak salah. Cuman bapak lihat lagi dua. Di belakang rumah juga katanya ada. Kata Bapak. Kala Maria, kan masih shock. Kaget. Namanya orang masuk tanpa permisi dia langsung masuk bawa suami saya, saya kaget.”
Itu bawa senjata?
“Heeh. Dirangkul di sini begini. Langsung dipukul.”
Berarti si Yusli dipukul pakai senjata itu?
“Heeh. Trus Bapak juga ngejar-ngejar, ya, ngasih baju. Kan dia cuma pake celana jins, ya. Trus nggak dibuka. Bapak juga nanyain, Pak ini darimana. Pak jangan dipukul. Tapi dia tetap aja langsung bawa kabur suami saya enggak tahu kemana.”
Yeni Membaca Surat Penyidikan dari Polisi
Yeni Membaca Surat Penyidikan dari Polisi
Pagi itu juga kabar penangkapan Yusli sampai di keluarga. Sepanjang hari mulai dari Polsek Cisauk, Polsek Rumpin, Ciputat, hingga Polsek Pamulang didatangi oleh keluarga untuk menanyakan keberadaan Yusli.
Akhirnya sore hari, sang kakak, Yeni menerima kabar Yusli ada di Rumah Sakit Kramat Jati. Yeni pun pulang ke rumah dan langsung menemui Kepala Desa.
“Yeni usut silahkan, sekarang kita ambil mayat dulu. Trus, ya udah sama Yeni. Tapi kita harus bikin surat dulu, Yen. Surat apa? Kan Yeni yang mau ngambil. Nggak surat pengambilan jenazah. Trus isinya apa? Bapak belum bikin. Ya kalau sudah bikin isinya apaan? Isinya jangan ada tuntutan. Waduh nggak bisa kalau nggak ada tuntutan. Yeni mau nuntut apaan. Yeni mah pengen nuntut, pengen jelas, pengen tahu, ini adik Yeni kenapa? Dibawa itu apa ada pengembangan? Apa dia emang terbukti bersalah apa, pokoknya harus ada alasannya. Apa ada barang bukti, pokoknya pengen yang jelas.”
Gugat Polisi
Yeni ngotot akan mencari dan menuntut pelaku yang menculik dan membunuh adiknya. Kondisi jasad Yusli memperkuat dugaan ada kejanggalan pada kematiannya.
“Lihat di sini aja tembakan. Tembak di dada. Ini ngeluarin darah segar. Di sini juga masih berdarah. Tahu saya ga buka juga. Trus ini kayak bekas diseret di mobil. Semua apa sih baret, baret dalam semua. Ini biru. Semua biru. Dada memar. Sayatan di sini di dada ada tiga kayak bekas sayatan gitu..”
Saat menengok jasad Yusli di rumah sakit, tengkuk kepalanya masih mengeluarkan darah, tubuhnya penuh luka lecet.
Surat Vonis Yusli Januari 2011
Surat Vonis Yusli Januari 2011
Kedua kakak korban, Yeni dan Yeti pun gusar. Selain kondisi jenazah korban rusak, keluarga juga mempertanyakan surat penangkapan polisi.
“Pokoknya mereka mah nggak jelas, mbak. Setiap kali ditanya ada surat penangkapan, ada ada aja, mana. Sekarang juga nggak bakal saya ambil kalau ada juga. Paling saya lihat doang. Boro-boro sekarang. Pas kemarin kejadian udah kita ada kabar meninggal mana mungkin kita ambil. Orang udah meninggal adik kita.”
“Yang mau saya gugat yang bunuh adik saya. Yang penangkapan malam itu. Saya pengen tahu mereka, pengen tahu nama-nama mereka siapa. Bukan buat saya ibaratnya saya gebyor-gebyorin ke orang, saya pengen tahu. Saya pengen tahu sampai dia pengen bunuh adik saya itu apa dasar hukumnya.”
“Waktu itu, kan saya ditanya di Polres. Bu Yeni mau pidana atau mau kode etik. Pidana itu apa, pak, kode etik itu apa, kata saya orang awam, kan. Kalau kode etik itu bisa dipecat si aparat oknum ini. Kalau pidana itu, ya, ibaratnya dipenjarakan. O saya mau dua-duanya, dipecat iya, masuk bui iya.”
Januari tahun lalu Yusli masuk penjara Salemba. Ia dipidana karena menjadi penadah aksi pencurian kendaraan bermotor. Dari vonis 10 bulan Yusli hanya menjalaninya selama tujuh bulan. Pertengahan Agustus 2011, Yusli bebas dari penjara.
Yeti, kakak tertua menuturkan, Yusli kapok usai meringkuk di penjara Salemba.
“Kalau emang dia udah ngelakuin kejahatan berarti ada duitnya dong. Punya duit. Ini mana? Dia kawin aja sama kita. Dia makan saja ama keluarga. Kita juga pantau, kita juga ngelihatin saudara kita jangan sampai begitu lagi. Dia juga kapok.”
Teman dekatnya, Madyani juga melihat penyesalan pada diri Yusli.
“Teman main dari kecil.”
Sampai di ditahan juga masih berteman?
“Masih, sering jenguk ke sono dulu.”
Almarhum cerita sejak dia keluar dari tahanan?
“Ya paling pengen dia, sebenarnya pengen cari kerjaan. Dari pas keluar dari ini cuman belum ini. Paling suka ikut-ikut narik pasir, ngenekin gitu.”
Begitu juga pengakuan tetangga, Maesaroh.
“Dia mah orangnya baik. Nggak pernah ngomong, nggak pernah ngomongin orang. Tapi tahu-tahu udah digituin ama aparat begitu. Saya mah kesel banget.”
Keluarga Durahman bertekad terus menuntut tanggung jawab aparat.
“Kan polisi itu tugas pokoknya melindungi, melayani, mengayomi, ya. Dia nggak bisa melindungi adik saya. Kalau emang adik saya penjahat. Kan penjahat juga ada perlindungannya. Ibarat katanya tertangkap tangan, lagi melindungi ada massa dilindungi kan, diamanin dibawa ke Polsek. Kenapa ini jelas-jelas adik saya di rumah ditangkap, dibunuh, coba. Nggak ada barang bukti, nggak ada perkembangan apa tetek bengek.”
Polisi Dikecam, Polisi Dibela
Pengaduan pertama keluarga Yusli disampaikan ke Kepala Desa Mekarsari. Kata Yeni, sang kakak, kepala desa menyarankan tidak usah membuat tuntutan.
Kepala Desa Mekarsari E. Jurjani membantah.
“Salah asumsi. Kalau memang Anda menuntut silahkan. Tapi kesian jenazah ini. Terima dulu tanda tangan di situ, penerimaan jenazah dari Rumah Sakit, bukan tidak harus menuntut, itu hak. Saya pikir itu sudah selesai. Ke polisi aja kenapa si? Kenapa harus ke saya?”
Keluarga menempuh berbagai jalur lain. Akhir tahun lalu Yeni melaporkan kasus ini ke Komnas HAM. Keluarga juga sudah mengadukan peristiwa naas adiknya ke Mabes Polri Jakarta.
Pekan lalu Yeni mendatangi Polrestra Tangerang.
Penyidik Polisi Tangerang mengakui, Yusli dibawa ke kawasan hutan kota di Tangerang Selatan, di dalam kompleks Pusat Penelitian Iptek.
“Perkembangan sih kita tetap melakukan pemeriksaan ke TKP, lokasi penembakan. TKP-nya? Itu di Puspitek. SP2HP ada. Nanti saya kasih ke ibu lagi. Kalau sekarang kita nggak jalan, kan, enggak diterima. Itu busernya buser Cisauk.”
Kasus kekerasan dan kesewenangan oleh aparat polisi bukan kali pertama ini. Baru saja berlalu, di ruang sel Kepolisian Sijunjung, Sumatera Barat, aparat menyiksa dua kakak beradik hingga tewas. Polisi mengklaim dua anak itu gantung diri.
Bulan lalu seorang polisi yang bertugas mengawal mobil pembawa uang menembakkan pistolnya ke arah petugas jalur bus Transjakarta. Polisi itu tak terima karena dilarang melintas di jalur busway. Sepekan kemudian, anggota Satuan Buru Sergap Kepolisian Koja, Jakarta Utara memukul warga yang tak sengaja hampir menabrak polisi itu.
Lembaga pemantau kepolisian, Indonesia Police Watch mempunyai catatan atas kasus-kasus kekerasan oleh polisi. Ketua Presidium IPW Neta S Pane.
"Kalau dari aksi-aksi penembakan ini. Kita berkaca dari aksi penembakan ini, ya, Brimob yang terbesar kemudian reserse. Golongan kedua yang paling banyak melakukan penembakan itu dan salah tembak itu reserse."
Kepolisian Indonesia tak menyangkal arogansi personelnya yang berulah brutal. Sanksi diberikan sebagai jawabannya. Namun Juru bicara Kepolisian Indonesia Boy Rafli Amar berdalih, polisi sudah mempunyai prosedur dalam setiap tindakannya, termasuk dalam penggunaan senjata.
“Kalau penggunaan senjata api dari dulu sudah jelas penggunaannya. Kalau secara yuridis dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian ada asas keseimbangan antara ancaman yang dihadapi dengan petugas kita di lapangan dalam konteks melakukan tugas. Dan tidak bersifat brutal, sadis. Tapi memang penggunaan senjata api memang untuk melumpuhkan pelaku kejahatan.”
Bagai anak dilindungi ayah, Presiden Yudhoyono membesarkan hati polisi yang mendapat kecaman masyarakat.
“Biasanya. Sekali lagi biasanya media massa dan sebagian kalangan masyarakat lebih sering dan lebih suka melihat kekurangan dan kesalahan Polri. Memang demikian kelaziman dan kenyataannya. Dan saya berharap tiak perlu saudara-saudara gundah. Tidak perlu. Saya pun mengalami.”
Kembali ke keluarga Durahman. Mereka sadar siapa yang dihadapi... Polisi!
Tak secuilpun Yeni dan Yeti gentar untuk mencari keadilan bagi kematian adik mereka, Yusli.
“Rasa takut saya mah nggak seberapa dibanding rasa ingin tahu saya mencari keadilan untuk adik saya. Nggak ada mereka mau bunuh saya atau mau celakain saya. Kalau emang Allah ngijinin mah nggak papa. Kalau harusnya begitu mah, mbak. Terima aja.”
“Yang ada kita harus ikhlas tapi kita harus berusaha minta keadilan. Kita ikhlasin biar ke dia nya juga biar tenang, jangan ditangisin aja. Ya kita kalau diinget, ya, emang sakit. Tapi kita berusaha, biar dianya tenang, ngingetnya sekarang kirimin doa. Udah nggak ada airmata. Cuma kita pengen berjuang aja. Udah bener-bener berjuang untuk buat keadilan.”
http://www.kbr68h.com/saga/77-saga/18975-saya-akan-cari-terus-polisi-pembunuh-yusliq

No comments:

Post a Comment