JAKARTA (Suara Karya): Berdasarkan kondisi fisik FS (14) dan BMZ (17), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyangsikan bahwa kedua remaja itu tewas akibat gantung diri di Lapas Padang, Sumatera Barat. Sebaliknya, YLBHI menduga kedua kakak-adik itu sudah tewas sebelum ditemukan tergantung di Lapas Padang.
"Kemungkinan mereka sudah tewas lebih dulu, baru kemudian digantung," kata Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma saat jumpa pers di kantornya, Jl Diponegoro, Jakarta, Rabu (11/1).
Menurut Alvon, kemungkinan kedua korban tewas sebelum digantung berdasarkan kondisi fisik keduanya yang penuh luka lebam. Alvon menduga, kakak beradik yang masuk tahanan karena kasus pencurian itu tewas dianiaya oleh polisi.
"Memang ditemukan luka di leher, tapi menurut dokter yang mengotopsi, itu karena pukulan benda tumpul. Dokter juga tidak bilang bahwa luka itu karena gantung diri," ujarnya.
Selain di leher, lanjut Alvon, luka juga ditemukan di kepala, tangan, paha, telinga dan punggung korban. Namun, hingga saat ini hasil otopsi belum diberikan kepada keluarga.
"Ini bisa digolongkan sebagai extra judicial killing, yaitu pembunuhan tanpa prosedur hukum," jelas Alvon.
Pihak keluarga yang juga hadir pada jumpa pers tersebut mengaku tidak terima dengan kematian kerabat mereka. Mereka akan mengadukan kasus ini ke Mabes Polri, Komnas HAM, dan Komisi III DPR.
"Dak ado adil polisinyo, dak do biso menerimo (polisi tidak berlaku adil, kami tidak bisa terima)," tutur ibu korban, Yusmanida dalam bahasa padang sambil menitikkan air mata.
Terkait kasus kematian kakak beradik ini, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar menuturkan, Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polda Sumatera Barat telah memeriksa 9 anggotanya.
Melanjutkan penjelasannya Boy mengatakan, pihaknya akan bertindak tegas kepada anggotanya yang terbukti melakukan kelalaian dalam bertugas.
"Ada sembilan (polisi) dari Polsek Sijunjung dibawa ke Polda Sumbar, diperiksa Propam, Divisi Propram Mabes Polri juga terus memonitor. Itu sudah berlangsung," kata dia di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.
Menurut Boy, ada unsur kelalaian yang dilakukan oleh petugas polisi yang berjaga saat tewasnya dua kakak beradik tersebut. Sebab, lanjut dia, tidak mungkin tahanan dalam penjara bisa gantung diri jika tidak ada alat bantu untuk melakukan hal tersebut.
"Itu tidak lepas dari faktor kelalaian petugas. Disitu kita melihat unsur kelalaian dari petugas-petugas kita di dalam menjaga. Karena tidak ada barang yang bisa masuk seharusnya ke dalam ruang tahanan," kata Boy.
Soal dugaan adanya tindak pidana dalam kasus tersebut, Boy mengatakan, terbuka kemungkinan ada indikasi itu. Dan Mabes Polri berjanji akan menindak tegas anggota yang terbukti melanggar tindak pidana.
"Kalau ada tindakan yang melanggar hukum lainnya terhadap korban yang dilakukan oleh anggota kita, tentu terbuka sekali untuk dilakukan langkah-langkah penegakan hukum lebih lanjut," tegas Boy.
Kematian kakak beradik ini, menurut versi polisi, tewas karena gantung diri di dalam penjara Polsek Sijunjung, Padang. Namun pihak keluarga menyangsikannya. Keluarga menduga keduanya tewas setelah dianiaya oleh polisi.
Saat dibawa pulang ke rumah, mayat FS masih mengeluarkan darah segar dari hidung dan batok kepala keduanya juga sudah lunak. Di bagian paha FS ditemukan luka bekas setrum listrik.
Hasil otopsi dokter sendiri masih di tangan polisi. Tapi, sebelum dokter selesai mengotopsi, pihak kepolisian pernah merilis tentang hasil otopsi. Dokter sendiri baru dua hari kemudian secara resmi menyerahkan hasil otopsinya. Pihak keluarga juga sempat meminta hasil otopsi mayat keduanya. Tapi, waktu itu polisi tidak memberikan hasil otopsi itu. (Tri Wahyuni/Hanif S)
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=295048
No comments:
Post a Comment