SENIN, 23 MEI 2011 | 13:28 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat terorisme asal Amerika Serikat, Sidney Jones, menilai terlalu banyak teroris mati dalam operasi polisi. Sidney mencatat, sejak Februari 2010, sudah 28 orang teroris tewas dalam operasi antiteror. "Jumlah itu terlalu banyak," kata Sidney usai memberi kuliah umum tentang Radikalisme Agama dan Demokrasi di Kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Senin, 23 Mei 2011.Berita terkait
Menurut Sidney, yang sehari-hari menjadi peneliti terorisme di International Crisis Group (ICG), seharusnya ada dewan pengawas yang melakukan investigasi ketika ada orang meninggal dunia dalam operasi polisi. "Tujuannya untuk melihat apakah aksi itu perlu," kata Jones.
Penembakan wajar dilakukan jika ada keadaan yang mengancam. Seperti penembakan atas Dr. Azahari pada November 2005 karena ada perlawanan. Tapi, dia mempertanyakan tewasnya Dulmatin pada Maret 2010 di tangan Detasemen Khusus Antiteror 88. "Dia (Dulmatin) terjebak di warnet, tidak mungkin dia tidak bisa ditangkap hidup-hidup," kata Sidney.
Dia menilai kematian Dulmatin telah memutus informasi penting tentang hubungan kelompok teroris di Mindanau dengan kelompok di Indonesia. Kepolisian harus mencari opsi-opsi selain penembakan. "Apakah latihan yang diterima Densus 88 cukup?" kata Sidney. "Mengapa tembak dulu baru tanya kemudian?"
http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/05/23/brk,20110523-336094,id.html
No comments:
Post a Comment