Thursday 2 September 2010

7 Pendemo Ditembak Mati di Kepala

Saat 3.000 Pendemo Serbu Polsek Polisi Bela Diri dengan Peluru Tajam

Palu - SURYA- Situasi di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, hingga Rabu (1/9) malam masih mencekam. Massa masih sulit melupakan kematian tujuh warga yang tertembus peluru polisi di bagian kepala.

Amuk massa di Buol, Sulawesi Tengah masih berlanjut sampai Rabu malam, dimana warga mulai membakar rumah milik polisi dan merusak sebuah pos polisi.

Wartawan Antara dari Buol melaporkan, dua rumah permanen milik anggota Polres Buol dibakar massa dan satu lainnya dibongkar, sementara pos polisi yang terbuat dari kayu dirobohkan lalu dibakar,

Rumah-rumah yang dibakar dan dibongkar warga itu sebelumnya sudah kosong karena penghuninya telah mengungsi dan berlindung di Asrama Polres.

Kemarahan massa ini muncul pasca tewasnya tujuh dari 17 korban tembak saat ribuan pendemo asal Kabupaten Buol menyerbu Mapolsek Biau, Selasa (31/8) malam hingga Rabu (1/9) dini hari. Empat warga juga masih dalam kondisi kritis.

Pelaksana tugas Direktur RSUD Buol Abdul Hamid Lakuntu mengatakan, semua korban yang tewas mengalami luka tembak di kepala. Dikatakan, rata-rata peluru yang menembus tujuh korban tewas dan keempat korban kritis itu tepat di bagian vital tubuh. “Peluru yang menewaskan itu rata-rata kena di bagian kepala,” jelas dia. Bahkan ada yang tewas dengan luka tembak di mata tembus ke belakang.

Hingga Rabu malam, polisi mencatat tujuh orang tewas dan lebih 30 orang lainnya luka-luka, termasuk 17 luka tembak. Itu belum termasuk belasan anggota polisi yang juga luka-luka terkena benda tajam dan lemparan batu. Tujuh korban tewas adalah Amran Abjalu, Rasyid S Jopori, Herman Hasan, Ridwan D Majo, Arfan Salakea, Saktipan, Muslimin Ashora.

Sementara itu, sedikitnya 19 anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah terluka dalam insiden itu. Kapolres Buol AKBP Amin Litarso mengatakan, ke-19 anggota Brimob yang luka itu umumnya terkena lemparan batu, sabetan senjata tajam dan bom molotov dari massa yang mengamuk. Luka yang dialami para prajurit Brimob itu umumnya tidak parah kecuali satu orang yang tubuhnya terbakar setelah terkena lemparan bom molotov para penyerang.

Selain melukai 19 anggota Brimob, Kapolres Amin Litarso mengatakan, aksi anarkis warga itu juga menimbulkan kerusakan di bagian depan kantor Mapolsek Biau. Beberapa atribut kepolisian, seperti motor operasional dan pakaian seragam yang berada di Balai Tempat Umum (BTU) Buol juga menjadi sasaran amuk massa. “Di lokasi itu, tiga dari empat motor milik anggota di BTU dibakar, dan satu motor lainnya hanya dirusak,” katanya.

Berbagai pihak di Sulawesi Tengah menyesalkan bentrokan antara massa dan polisi di Kabupaten Buol yang merenggut tujuh warga. Diharapkan insiden ini segera dilokalisir agar tidak pecah menjadi kerusuhan rasial seperti yang pernah terjadi di Poso tahun 1999 sampai 2002.

Sekitar 3.000 orang warga Buol, Selasa malam, menyerbu Mapolsek Biau untuk memprotes dan meminta penjelasan polisi atas tewasnya seorang warga bernama Kasmir Timumun di ruang tahanan polsek tersebut. Massa yang membawa batu dan benda-benda tajam kemudian dihadang aparat bersenjata di sekitar Mapolsek sehingga terjadilah bentrokan. Polisi dilaporkan terdesak sehingga terpaksa mengeluarkan tembakan-tembakan peringatan. Namun entah bagaimana, tembakan-tembakan itu mengenai massa sehingga timbul korban tewas dan luka-luka.

Warga menduga bahwa kematian Kasmir bukan karena bunuh diri seperti yang disebutkan polisi, tetapi karena disiksa. Alasannya, kakak korban, Jamal, yang menjenguknya sebelum Kasmir ditemukan tewas, Senin (30/8), mengaku bahwa Kasmir mengeluh karena mendapat penganiayaan oknum anggota polisi. “Adik saya mengatakan kalau dirinya dianiaya secara bergantian oleh oknum polisi,” kata Jamal.

Jamal mengatakan, adiknya ditangkap karena adanya dugaan kecelakaan lalu lintas antara korban dan salah satu oknum polisi bernama Ridho, Sabtu (28/8) malam. Saat itu Kasmir terjaring razia balapan liar. Saat polisi melakukan razia, secara tak terduga Kasmir menabrak polisi lalu lintas bernama Ridho. Polisi itu mengalami patah tangan dan sedang dirujuk perawatannya ke Palu. “Polisi melakukan sweeping di tempat gelap, jadi adik saya tak lihat,” kata Jamal.

Saat ini tidak ada satu pun polisi yang berjaga-jaga di tempat strategis seperti rumah sakit dan tempat pengisian bahan bakar minyak. “Rumah sakit dan SPBU sekarang hanya dijaga aparat dari TNI,” kata Marwan Dahlan, Wakil Ketua DPRD Buol.

Dia mengatakan, polisi terkonsentrasi di Polres Buol, Polsek Biau, dan Hotel M3 tempat Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Moh Amin Saleh dan rombongan menginap.

Rabu siang, tidak kurang 500 warga juga kembali menyerang kantor Polsek Biau yang terletak di Kelurahan Kali. Warga tak bisa merangsek karena Mapolsek Biau sudah dijaga aparat TNI. Polisi tak melakukan perlawanan karena Mapolsek kini dijaga aparat TNI dari Kabupaten Tolitoli, tetangga Kabupaten Buol. TNI melakukan barikade sehingga warga hanya bisa melempar dari jarak jauh. “Pelemparan tidak segencar tadi malam, massa pun sudah berkurang,” kata Ricky, warga Buol.

Menangis di Polda

Seorang anggota Komisi I DPRD Sulawesi Tengah tidak kuasa menahan tangis saat bertemu Wakapolda Sulteng Kombes Pol Dewa Parsana, Rabu siang, karena menyesali kerusuhan di Kabupaten Buol yang muncul tiba-tiba seperti ‘petir di siang bolong itu.’ “Pak Waka, terus terang saya tidak tahan melihat pertumpahan darah di bulan suci Ramadan ini. Bulan Ramadan justru dilumuri dengan darah. Mohon ini tidak terjadi lagi,” kata Yahya R Kibi, salah seorang anggota komisi I dengan suara yang terbata-bata sambil meneteskan air mata.

Situasi serupa juga dialami Ketua Komisi I Sri Indraningsih Lalulusu dan Zainal Abidin Ishak, anggota komisi I lainnya. Ketiga anggota komisi I tersebut beberapa kali menyeka air mata mereka.

Yahya R Kibi yang juga anggota DPRD daerah pemilihan Buol dan Tolitoli ini mempertanyakan prosedur penembakan warga sipil di Buol. Dia menilai penembakan tersebut melanggar prosedur karena korban ditembak di mata hingga tembus ke belakang. Yahya bahkan mensinyalir peluru yang digunakan adalah peluru tajam. “Kenapa polisi menembak di bagian kepala bukan di bagian kaki. Apakah ini sudah sesuai prosedur,” kata Yahya.

Wakapolda Dewa Parsana mengatakan, tahapan-tahapan pengamanan di Buol sudah dilakukan, diawali dengan pendekatan yang lunak. Hanya saja karena situasi yang tidak normal lagi sehingga terjadilah aksi saling serang. “Situasinya terjadi pada malam hari dalam kondisi yang gelap,” kata Dewa Parsana. Dia mengatakan, sebelum kerusuhan tersebut, polisi sudah melakukan upaya persuasif antara lain memeriksa anggota polisi atas tewasnya seorang tahanan di Polsek Biau. “Belum selesai pemeriksaan internal, masyarakat sudah marah dan mengepung Polsek Biau,” ujarnya.

Atas perintah Kapolri, Wakapolri Komjen Pol Jusuf Manggabarani bersama tim telah tiba di Buol guna menginvestigasi kasus tersebut. “Kapolri telah memerintahkan Wakapolri dengan tim dari Propam, Intelkam dan Reskrim untuk melakukan investigasi,” kata Kadiv Humas Polri, Brigjen Pol Iskandar Hasan di Jakarta, Rabu.

Tim dari Mabes polri ini akan melakukan investigasi baik internal maupun eksternal untuk melihat apa yang terjadi dan masyarakat tidak usah ragu terhadap kerja tim ini. Kadiv Humas mengatakan, bila ditemukan kesalahan prosedur akan ditindak, karena setiap butir peluru yang dipegang oleh anggota harus dipertanggungjawabkan.

Sementara itu Polres Buol menahan empat orang yang diduga otak penyerangan Mapolsek Biau. “Saat ini keempat warga itu ditahan karena diduga kuat terlibat dalam tindakan anarkis itu,” kata Pelaksana Harian Kabid Humas Polda Sulteng Kompol Kahar Muzakkir.

Kahar menuturkan, Kapolda Sulteng Brigjen Muhammad Amin Saleh langsung menuju Kabupaten Buol untuk memantau perkembangan kasus Buol. Kapolda tiba menggunakan pesawat Express dan langsung memimpin rapat koordinasi dengan bupati, Ketua DPRD, tokoh masyarakat dan MUI setempat. Rapat koordinasi yang dihadiri Danrem 132 Tadulako Kolonel Kav Muhammad Thamrin Marzuki juga dihadiri pihak keluarga almarhum Kasmir, tahanan yang meninggal di Mapolsek Biau. Dalam pertemuan itu, Kapolda meminta para tokoh agama dan tokoh masyarakat bersama-sama aparat keamanan memberikan pemahaman kepada warga untuk segera menghentikan aksi-aksi kekerasan yang terjadi.

Di tempat terpisah, belasan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Tengah, mendesak Polda Sulteng segera menyelesaikan kerusuhan di Kabupaten Buol. “Jangan sampai kerusuhan di Buol meluas sehingga melumpuhkan aktivitas masyarakat,” kata Muhammad, salah satu mahasiswa saat berorasi di depan Markas Polda Sulteng. “Kalau ada polisi yang terbukti salah harus ditindak demi terciptanya keadilan,” katanya.nant/tribunnews


http://www.surya.co.id/2010/09/02/7-pendemo-ditembak-mati-di-kepala.html

No comments:

Post a Comment