Jumat, 20 Juli 2012 | 03:10 WIB
Palu, Kompas - Masdudin (50), satu dari lima warga yang menjadi korban tertembak polisi dalam bentrokan di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Kamis (19/7), tewas di Rumah Sakit Bhayangkara Palu. Masdudin terluka tembak di bagian pinggul tembus ke perut.
Masdudin dibawa ke RS Bhayangkara pada Kamis dini hari dan meninggal pukul 14.45. Hingga Kamis malam, jenazahnya masih berada di rumah sakit dan akan dibawa ke Balaesang Tanjung hari Jumat ini. Balaesang Tanjung terletak sekitar 180 kilometer arah utara Kota Palu.
”Jika jenazah diberangkatkan Kamis malam dan keluarga terlalu lama melihatnya, kami khawatir bisa memicu reaksi warga. Kami menjaga agar situasi tetap tenang,” kata H Anwar, tokoh masyarakat Balaesang Tanjung di RS Bhayangkara.
Selain Masdudin, empat warga lain juga dilaporkan tertembak dalam bentrokan antara warga dan polisi itu. Bentrokan berawal dari rencana eksploitasi tambang emas di kawasan itu yang ditolak warga (Kompas, 19/7). Empat warga yang terluka tembak kini dirawat keluarga mereka.
Ridha Saleh, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kamis, mendatangi RS Bhayangkara Palu. Dia menyesalkan terjadinya bentrokan antara aparat dan warga itu. Apalagi, ada warga yang menjadi korban. Komnas HAM mengumpulkan fakta terkait kasus itu.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah hingga Kamis malam belum memberikan keterangan terkait kematian Masdudin. Namun, sehari sebelumnya, Kepala Polda Sulteng Brigadir Jenderal (Pol) Dewa Parsana menyatakan akan menelusuri jika ada warga yang tertembak dalam bentrokan itu.
Anggota DPRD Donggala, Abdul Muis Yahya, mengatakan, penerbitan izin tambang emas di Balaesang Tanjung sejak awal sudah bermasalah. ”Izin yang dikeluarkan mencapai 5.000 hektar. Kebun milik warga di kecamatan itu kurang dari 4.000 hektar. Ini berarti, jika dipaksakan, rumah warga pun masuk dalam lokasi izin,” katanya.
Dari Sumatera Selatan, Kamis, dilaporkan, ribuan warga di sekitar PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Cinta Manis, Ogan Ilir, kembali tegang. Warga yang tergabung dalam Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) mempersoalkan langkah polisi yang menangkap warga dan merobohkan posko milik warga Desa Seribandung di lahan tebu Rayon III milik PTPN.
Polisi juga melepaskan gas air mata untuk menghalau warga yang bertahan. Warga sebenarnya telah kembali ke desa sejak Rabu sore setelah sebelumnya terjadi pembakaran dan perusakan terhadap aset PTPN VII Cinta Manis (Kompas, 19/7). Namun, massa kembali berkumpul karena tindakan kepolisian itu. Massa yang berkumpul hingga lebih dari 1.000 orang. Massa menuntut agar rekan mereka yang ditangkap dilepaskan.
Gubernur Sumsel Alex Noerdin yang datang ke lokasi mengimbau warga untuk pulang. Namun, imbauan itu tak dituruti. Alex berjanji akan menyelesaikan permasalahan tersebut. Massa GPPB baru mundur Kamis malam.
Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar, 12 warga ditangkap polisi. Mereka dituduh melakukan pembakaran dan pendudukan lahan milik PTPN VII Cinta Manis.
Penjabat Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Ajun Komisaris Besar Djarod Padakova menuturkan, polisi harus bertindak tegas dalam menghadapi aksi itu. Warga tak mengindahkan seruan polisi untuk mengakhiri aksi.(IRE/REN/RAZ/ODY)
http://regional.kompas.com/read/2012/07/20/03103071/Satu.Warga.Tewas.Tertembak
Editor :
No comments:
Post a Comment