Tribunnews.com - Kamis, 21 Juni 2012 21:07 WIB
Rieke Diah Pitalok
Rieke Diah Pitaloka
Rakyat Ditembak Mati di Malaysia
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Baru saja kita dikejutkan dengan matinya tiga TKI bernama Sumardiono (34 tahun), Marsudi (28 tahun) dan Hasbullah (25 tahun).
Berdasarkan pemeriksaan tubuh korban, Marsudi dan Hasbullah mengalami dua luka tembak di bagian dada, sedangkan Sumarjono mengalami satu luka tembak di dada.
Mereka ditembak karena dianggap melakukan tindakan criminal karena memotong pagar besi di sebuah rumah di distrik Gombak, Selangor, Malaysia.
Sebelum ini telah terjadi kasus penembakan oleh polisi Malaysia. Setidaknya minimal sudah ada 10 TKI yang ditembak mati oleh Polisi Diraja Malaysia. Data-data yang berhasil dihimpun
1. Tanggal 09 Maret 2005, empat TKI asal Flores, NTT bernama Gaspar, Dedi, Markus dan Reni secara brutal ditembak mati oleh Polisi Diraja Malaysia
2. Tanggal 16 Maret 2010, tiga TKI asal Sampang, Madura bernama Musdi, Abdul Sanu dan Muklis ditembak oleh Polisi di Danau Putri, Kuala Lumpur
3. Tanggal 24 Maret 2012, tiga TKI asal NTB, bernama Herman, Abdul Kadir Jaelani dan Mad Noon ditembak oleh Polisi Malaysia di Port Dickson.
Belajar dari ketiga kasus diatas, terkesan pemerintah Indonesia tidak menunjukkan sikap tegas terhadap tindakan represif aparat Malaysia yang melanggar hak asasi manusia.
Padahal menurut pasal 5 Konvensi Wina 1963 disebutkan bahwa tugas konsuler adalah melindungi kepentingan Negara pengirim dan kepentingan warganegaranya.
TKI yang berdokumen atau tidak berdokumen?
Adalah TIDAK RELEVAN ketika rakyat mati ditembak di negara lain, lalu titik berat persoalan pada masalah apakah dokumennya resmi? Jika hal ini yang jadi pokok penyelidikan pemerintah, tentu hanya akan semakin memperlihatkan kelemahan pemerintah. Seandainya para TKI tersebut tidak berdokumen tentu kita bisa bertanya.
KENAPA RAKYAT TDK BERDOKUMEN BISA ADA DI LUAR NEGERI? Bukankah yang punya wewenang mengeluarkan dokumen termasuk yang berwenang dalam menjaga debarkasi dan embarkasi rakyat yang ke luar negeri ada di tangan pemerintah?
Intervensi Investigasi?
Ada pernyataan salah seorang pejabat negara: "kita tidak berhak intervensi investigasi kepolisian Malaysia." Pernyataan ini juga tidak relevan. Kita memang tidak berhak mencampuri investigasi kepolisian Malaysia. Tapi wajib hukumnya, AMANAT KONSTITUSI dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 "....tujuan dibentuknya Pemerintah RI adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia..".
Sesuai dengan amanat ini, maka pemerintah harus hadir sebagai pihak yang membela rakyat. Pada kasus penembakan tiga TKI asal Sampang Madura, kepolisian Malaysia mengakui bahwa terjadi "salah tembak". Tapi itu pun tak ada tuntutan dari pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah Malaysia. " Close Case "!
PEMERINTAH Pelanggar HAM?
Ada dua indikator bahwa pemerintah dianggap bersalah terkait HAM rakyatnya:
1. Karena terlibat dan atau melakukan langsung pelanggaran HAM
2. Karena melakukan pembiaran dan atau abai terhadap HAM rakyat.
Dengan kasus-kasus penembakan yang terjadi Malaysia, tanpa ada follow up yang serius dari pemerintah RI, terbukti dengan:
1. Tidak adanya proses hukum yang jelas dan transparan yang membuktikan tuduhan pemerintah Malaysia itu benar secara hukum.
2. Setelah terbukti "salah tembak" tidak ada desakan agar pelaku diberi sanksi. Artinya pemerintah bisa dikategorikan bersalah karena melakukan pembiaran.
Klaim-klaim Malaysia atas seni budaya Indonesia bukan barang baru. Berkali-kali tanpa rasa malu. Apakah ini yang disebut "saudara serumpun". Atau barangkali kita yang terlalu naif, atau barangkali ada di antara kita yang sebetulnya punya kuasa terlibat "kong kalikong" dengan bisnis-bisnis Malaysia sehingga kuasa itu tak lagi runcing sebagai pedang pembela kepentingan rakyat dan bangsa sendiri.
Saya tak ingin berburuk sangka. Malaysia tak hanya "mencuri seni budaya" Indonesia. Nyawa rakyat kitapun berulangkali dirampas. Ada daftar panjang kekerasan yang menimpa para TKI di Malaysia. Bukan saja perkara upah yang tidak dibayar majikan Malaysia. Kasus terakhir yang seharusnya membuat kita lebih marah terhadap penguasa negeri jiran adalah penembakan tiga TKI asal NTB, ditembak membabi buta tanpa prosedural tanpa jelas kasusnya apa.
Yang lebih merupakan penghinaan, kematian ketiga saudara kita tersebut disampaikan kepada perwakilan RI bukan oleh pemerintah Malaysia, namun oleh agen jasa pengiriman jenazah. Sungguh hal tersebut melanggar etika dan hukum yang berlaku dalam pergaulan internasional antar bangsa. Ada indikasi PENEMBAKAN TANPA SOP dengan melihat bukti luka tembak peluru di tubuh para TKI yng menjadi korban.
Kita harus tegas sebagai sebuah bangsa. Tegas menyatakan sikap politik, jangan cabut moratorium TKI ke Malaysia, kalau perlu pulangkan secara bertahap TKI kita, siapkan lapangan kerja di dalam negeri. Kita pasti mampu, apalagi utk jenis-jenis pekerjaan yang disebut orang sebagai "kerja kasar" yang cuma jadikan kita bangsa kuli. Kalau perlu, cabut ijin-ijin usaha perkebunan-perkebunan kelapa sawit Malaysia di Indonesia.
Kalau perlu, hentikan ekspor batu bara ke malaysia. Tanpa perlu kita katakan "ganyang Malaysia" rasanya kita bisa terlihat sebagai sebuah bangsa yang punya harga diri. Tapi, tentu keputusan tersebut bukan keputusan rakyat orang per orang. Pastinya harus sebuah keputusan politik dan khalayak pun pasti tahu keputusan itu hanya bisa diputuskan oleh pemegang kekuasaan, yaitu pemerintah!
Jakarta 21 Juni 2012.
http://www.tribunnews.com/2012/06/21/rakyat-ditembak-mati-di-malaysia
No comments:
Post a Comment