Sunday, 11 April 2010

TKI, Derita Tiada Akhir

Minggu, 11 April 2010 | 07:40 WIB

KOMPAS/FABIOLA PONTO
Peti jenasah Muclish, salah satu TKI di Malaysia yang meninggal akibat tembakan, dimasukkan ke ambulans untuk dibawa ke Desa Tobay Tengah, Kecamatan Sokobanah Kabupaten Sampang, Madura untuk dimakamkan, Rabu malam (7/4/2010). Sampai saat ini belum ada kejelasan santunan bagi ketiga korban.

KOMPAS.com - Tangis menyayat hati pecah di sudut kamar jenazah RS Bhayangkara, Surabaya, Rabu (7/4/2010). Jenazah Musdi (38), Abdul Sunu (39), dan Muchlis (25), yang dinyatakan tewas oleh Polis Diraja Malaysia pada 16 Maret 2010, telah kaku. Jenazah-jenazah itu diotopsi ulang oleh ahli forensik untuk memastikan penyebab kematian mereka.

Kematian mereka menimbulkan kontroversi karena menurut media Malaysia yang mengutip keterangan resmi Polis Diraja Malaysia (PDRM), ketiga pria asal Sampang, Madura, Jawa Timur, itu dituduh telah berkali-kali merampok. Bahkan, saat PDRM mengaku menangkap mereka, Selasa (16/3/2010) pukul 03.30 di Kota Puteri, ketiga pria yang tercatat sebagai TKI itu menyerang polisi dengan pistol dan parang sehingga ditembak mati.

Namun, sebaliknya, menurut keterangan sesama TKI yang bekerja bersama Musdi, Abdul Sunu, dan Muchlis, teman mereka dijemput polisi dari sebuah warnet di Lantai I Wisma Harmoni di Selangor, Selasa pukul 00.30.

”Tahu-tahu mereka dikabarkan tewas, Selasa pukul 03.30, setelah terjadi kejar-mengejar mobil. Padahal, sesama TKI yang bekerja bersama mereka mengaku ketiga WNI yang tewas itu tidak bisa memandu kereta (mengemudi mobil). Banyak keterangan yang ganjil dalam kasus itu,” ujar Atase Penerangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur Widyarka Ryananta yang dihubungi dari Jakarta, Jumat.

Ketiga WNI yang tewas ditembak merupakan puncak gunung es penderitaan TKI di Malaysia. Sepanjang tahun 2009, tercatat 1.170 kasus TKI bermasalah di KBRI Kuala Lumpur.

Kepala Bidang LO dan Perbatasan National Central Bureau (NCB) Mabes Polri Komisaris Besar Minton Mariati Simanjuntak, Jumat, mengatakan, mayoritas kasus soal tenaga kerja adalah gaji yang tidak dibayar. ”Kasus terbanyak adalah TKI yang tidak menerima gaji, yakni sebanyak 60 persen, tenaga kerja di bawah umur mencapai 20 persen, korban penganiayaan mencapai 10 persen, dan korban pelecehan seksual serta dilacurkan masing-masing lima persen,” ujar Simanjuntak.

Rincian dari kasus TKI bermasalah adalah 211 orang yang gajinya tidak dibayar, pekerja di bawah usia (56 kasus), penyiksaan dan gaji yang tidak dibayar (114 kasus), kondisi kerja yang tidak sesuai (380 orang), pelecehan (53 kasus), status imigrasi ilegal (177 kasus), dan lain-lain (179 kasus).

Jumlah kasus TKI bermasalah yang dilaporkan ke KBRI Kuala Lumpur rata-rata 3-4 kasus per hari. Itu belum termasuk laporan TKI meninggal karena pelbagai sebab yang mencapai dua orang per hari.

Untuk itu, KBRI dan perwakilan Polri, yakni Senior Liason Officer (SLO), berusaha memberikan pelbagai upaya bantuan bagi TKI bermasalah. Sebagian besar kasus yang terjadi, ujar Minton Simanjuntak, menimpa para TKI di sektor informal, seperti pembantu rumah tangga. ”Mereka hanya berpendidikan SD dan SLTP, bahkan tak lulus SD.”

Kini TKI bermasalah dan imigran gelap yang dideportasi turun dari 30.816 orang pada tahun 2008 menjadi 29.966 orang pada tahun 2009.

Belum lagi kasus yang terjadi di negara bagian lain yang bukan berada di wilayah kerja KBRI Kuala Lumpur.

Nota Diplomatik

KBRI Kuala Lumpur mengirim nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Kerajaan Malaysia terkait tewasnya tiga WNI yang ditembak PDRM di Kota Puteri (16/3) karena diduga menjadi perampok.

”Nota diplomatik juga ditembuskan ke Kementerian Dalam Negeri Kerajaan Malaysia dan PDRM,” ujar Widyarka.

Nota disampaikan karena ada keterangan berbeda antara Pemerintah Malaysia (PDRM) dan informasi dari para TKI rekan kerja WNI yang tewas.

Menurut Widyarka, KBRI meminta Pemerintah Kerajaan Malaysia memberi jaminan keselamatan bagi para saksi TKI yang melapor ke polisi. Mereka memberikan keterangan yang berlawanan dengan informasi resmi PDRM di media massa. (ONG)

No comments:

Post a Comment