Sunday 2 September 2012

Penyergapan Teroris Solo Dianggap Janggal



KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Penulis : Dian Maharani | Minggu, 2 September 2012 | 10:37 WIB

Aparat keamanan memeriksa lokasi penyergapan terhadap terduga pelaku penembakan polisi di Jalan Veteran, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (31/8/2012) malam. Terduga pelaku teror tersebut ditembak sekitar pukul 21.30. Hingga saat ini kasus tersebut masih ditangani secara intensif oleh pihak kepolisian.
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesian Police Watch (IPW) menganggap janggal peristiwa penggerebekan kelompok teroris di Solo yang dilakukan Densus 88. Menurut Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, ada tiga kejanggalan dalam penggerebekan yang terjadi pada Jumat (31/8/2012) malam itu.

Kejanggalan pertama, kata Neta, pistol yang disita dari tertuduh teroris yang terbunuh adalah jenis Bareta dengan tulisan 'Property Philipines National Police'. Padahal, sebelumnya Kapolresta Solo Kombes Asdjima'in menyebutkan senjata yang digunakan menembak polisi di Pos Pengamanan (Pospam) Lebaran adalah jenis FN kaliber .99 milimeter (mm).

"Pertanyaannya apakah orang yang ditembak polisi itu, benar-benar orang yang menembak polisi di Pospam Lebaran atau ada pihak lain sebagai pelakunya," kata Neta dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/9/2012).

Kedua, ia menambahkan, Bripda (sekarang Briptu) Suherman, anggota Densus 88 tewas akibat tertembak di bagian perut. "Ini menunjukkan anggota Densus 88 dalam bertugas yang bersangkutan tidak sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang harus memakai rompi anti peluru," katanya.

Pertanyaannya apakah benar pada 31 Agustus 2012 malam itu, ada operasi Densus 88. "Jika ada kenapa anggota Densus 88 bisa teledor bertugas tidak sesuai SOP," tanyanya.

Ketiga, beberapa jam setelah penyergapan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kapolri segera meninjau tempat kejadian perkara (TKP).

"Padahal dalam peristiwa-peristiwa sebelumnya, hal itu tidak pernah terjadi, bahkan saat tiga kali penyerangan terhadap Pospam Lebaran itu, Presiden tidak bersikap seperti itu," tuturnya.

Pertanyaannya, lanjut dia, apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ingin membangun citra dan menarik simpati publik dari peristiwa Solo yang terjadi sebelumnya yang sempat memojokkan Joko Widodo, Wali Kota Solo yang saat ini menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta.

Karena itu, IPW menganalisa meski Densus 88 sudah melakukan penyergapan di Solo tapi teror dan penembahkan terhadap polisi tetap menjadi ancaman.

"Sebab rasa kesal sebagai masyarakat terhadap polisi kian memuncak," cetusnya.

Selama lima bulan pertama pada 2012, terdapat 11 polisi yang dikeroyok masyarakat.

"Untuk itu, IPW mengimbau Polri agar mengubah sikap, perilaku dan kinerjanya. Jangan arogan, represif, memeras dan memungli masyarakat," ujarnya, sambil menambahkan bahwa Polri harus bekerja secara profesional dan proporsional.

Editor :
Ana Shofiana Syatiri


http://nasional.kompas.com/read/2012/09/02/10374396/Penyergapan.Teroris.Solo.Dianggap.Janggal#komentar

No comments:

Post a Comment