Tuesday 22 January 2013

Rusuh Sumbawa, Kesalahan yang Berulang


Penulis : R. Adhi Kusumaputra | Selasa, 22 Januari 2013 | 21:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Insiden kerusuhan massa di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat mendapat reaksi keras. Setara Institute mendesak Mabes Polri menegakkan hukum terhadap terduga pelaku dan pihak-pihak internal di Polres Sumbawa, bila terbukti melakukan rekayasa kasus serta berupaya menutupi tindakan pidana yang dilakukan terduga pelaku.

"Setara Institute meminta proses penegakan hukum tetap dilakukan terhadap pelaku anarkisme yang telah melakukan tindakan pengrusakan atau pembakaran fasilitas pribadi maupun fasilitas umum untuk terwujubnya kepastian hukum," demikian Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua Setara Institute dalam siaran persnya Selasa (22/1/2013) malam.

Peringatan hari jadi ke-54 Kabupaten Sumbawa 22 Januari ternoda dengan kerusuhan massa. Hal ini berawal saat terjadi aksi long march ratusan mahasiswa, keluarga korban dan diikuti massa ke kantor Pores Sumbawa. Massa menuntut polisi mengungkap kematian Ariati, mahasiswi Universitas Sumbawa jurusan ekonomi semester 5 yang juga pegawai di Dinas Dukcapil Pemda Sumbawa yang diduga dilakukan oleh Briptu I Gede Eka Suarjana, anggota Polres Sumbawa.
Pengungkapan pembunuhan mahasiswi oleh kepolisian memunculkan pertanyaan karena penjelasan polisi janggal. Menurut versi keluarga korban, telah terjadi penganiayaan terhadap korban, sementara polisi bersikeras mengatakan korban meninggal dunia karena kecelakaan. Situasi memanas diperkeruh dengan berkembangnya isu terjadinya pemerkosaan terhadap korban.

Sekitar pukul 13.00 waktu setempat, massa melampiaskan emosinya kepada kelompok tertentu. Tercatat beberapa fasilitas dan properti pribadi dirusak dan dibakar oleh massa, termasuk empat sarana peribadatan juga tidak luput dari aksi anarkis massa.
Titik kerusuhan yang berawal di wilayah Seketeng, menjalar ke wilayah Jalan Baru dan Tambora yang berdekatan dengan kantor Bupati Sumbawa. Aksi anarkis ini juga dibarengi penjarahan oleh massa. Tidak terlihat aparat kepolisian setempat di lokasi kerusuhan, sementara pasukan TNI dari Kodim setempat diterjunkan untuk menenangkan massa.

Aksi ini pernah terjadi 10 tahun lalu. Pada tahun 2003, 24 September ratusan mahasiswa Universitas Samawa (Unsa) melakukan aksi demo di Mapolres Sumbawa, sebagai protes atas kematian seorang mahasiswa yang bernama Mustakim yang diduga kuat akibat dianiaya beberapa oknum polisi.
Korban yang sebelumnya masuk RSUD Sumbawa akibat kecelakaan kendaraan dijemput oleh enam anggota Polres Sumbawa dan ditahan, namun akhirnya korban dilarikan kerumah sakit dan meninggal dunia.

Kematian korban menjadi pemicu kerusuhan yang mengakibatkan satu orang tewas dan beberapa lainnya mengalami luka-luka, bentrokan dimulai dengan polisi dan menjalar ke pengrusakan rumah dinas kapolres Sumbawa, sebuah pos polisi, dan tiga mobil juga dirusak oleh massa saat itu.

"Setara Institute berpendapat, dengan adanya kejadian tahun 2003, seharusnya  aparat kepolisian Polres Sumbawa dapat berlajar dari kasus yang lalu, bagaimana massa gampang terpancing emosi dan terprovokasi melakukan tindakan anarkis yang dipicu atas kekecewaan dan ketidakprofesionalan kepolisian dalam menjalankan tugasnya," demikian Bonar Tigor Naipospos dan Ismail Hasani dari Setara Institute.

"Apalagi dalam kasus kerusuhan saat ini, di mana pelakunya etnis pendatang seharusnya menjadi perhatian khusus dan penanganan yang secepatnya agar tidak berkembang pada konflik bernuansa SARA. Jangan ada upaya-upaya menutup-nutupi dan melindungi pelaku maupunkcorps kepolisian," tandas Bonar.

Berulangnya kejadian yang sama, tidak cukup hanya sebatas melakukan pencopotan pimpinan kepolisian setempat. "Sudah saatnya dilakukan pembenahan menyeluruh terhadap Polres Sumbawa beserta jajarannya. Insiden ini menunjukkan tidak adanya reformasi di jajaran Polres Sumbawa," demikian siaran pers Setara Institute.



Editor :
Robert Adhi Ksp

http://nasional.kompas.com/read/2013/01/22/21462023/Rusuh.Sumbawa.Kesalahan.yang.Berulang

No comments:

Post a Comment